Sejarah Peradaban Islam
dari Masa Nabi Saw Sampai dengan Khulafaurrasyidin; ”Upaya Menela’ah
Dasar-dasar Peletakan Pondasi Peradaban Islam”
A. PEMBUKAAN
Islam bukanlah agama iklim,
agama ibadah yang konservatif, tetapi merupakan agama kehidupan dengan segala
dimensinya. Umat Islam adalah umat yang Allah kehendaki untuk menjadi pengemban
risalah agama dan peradaban di dunia (Zaqzuq, 2003: 93).
Sedangkan peradadaban Islam
merupakan suatu sistem yang dibangun berdasarkan sendi-sendi agama Islam.
Peletak dasar pembangunan peradaban Islam adalah Rasulullah Saw. Tata nilai dan
akhlak yang dibangun oleh Rasulullah Saw selanjutnya menuju pada pembangunan
mental spiritual yang matang. Sehingga para sahabat yang langsung mendapat
pengajaran dari Rasulullah Saw mempunyai pondasi keimanan, akhlak dan etika
yang kuat.
Selanjutnya muncullah
beberapa pendapat para tokoh sejarah tentang periodesasi pemerintahan Islam.
Hal itu sebagai bentuk apresisasi pendidikan Rasulullah dalam membangun
masyarakat yang madani.
A. Hasyim mengatakan ; “Periodesasi
sejarah kekuasaan Islam dibagi menjadi delapan periode, yakni mulai dari
periode permulaan Islam (610-661M) sampai dengan Kebangkitan Islam (1801 –
sekarang)”.Sedangkan Harun Nasution (1975: 13-14) dan Nourouzaman
(1986:12) membaginya ke dalam tiga periode, yakni Periode
Klasik (650-1250M), Periode Pertengahan (1250-1800M) dan Periode Modern
(1800-sekarang).
Selain itu ada beberapa pakar sejarah yang membagi periodesasi sejarah
kekuasaan Islam menurut pandangan mereka masing-masing. Seperti : Badri
Yatim, yang membagi dalam delapan periode. Jaih
Mubarak, yang menamakan setiap periode adalah peradaban dan
membaginya ke dalam enam periode (Supriyadi, 2008: 22-23). Dan Ahmad Usairy
membagi ke dalam 12 periode. Kemajemukan pandangan para pakar sejarah tersebut
merupakan khasanah keilmuan yang patut kita syukuri. Hal itu akan menambah
deretan wacana yang semakin luas dan semakin beragam (Supriyadi, 2008: 21-24).
Maka ketika kita berbicara
tentang periode kekuasaan Islam (melingkupi perkembangan Islam pada masa Nabi
sampai Khulafaurrasyidin), kita akan dapatkan bahwa hal itu berlangsung antara
tahun 570-661 M. Sebagaimana Al-Usairy berpendapat bahwa periode peradaban
Islam pada masa Nabi berlangsung antara tahun 570-632 M., sedangkan pada masa
Khulafaurrasyidin berlangsung antara 632-661 M.
Banyak hal yang akan
tercatat dalam kedua periode ini, baik periode Islam pada masa Nabi dan Islam
pada masa Khulafaurrasyidin. Masing-masing memiliki ciri khusus yang tentunya
semua itu dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan masing-masing.
Namun yang perlu mendapat
perhatian adalah bahwa kepemimpinan para khulafaurrasyidin hampir semua
mewarisi apa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Oleh sebab itu perkembangan
Islam saat itu masih lekat dengan pemerintahan yang bercorak Islam dengan ciri
yang sangat lekat. Dan bisa dikatakan bahwa sendi-sendi Islam dibangun oleh
Rasulullah SAW, kemudian sendi-sendi itu diterapkan oleh para sahabat empat
setelahnya dalam mengatur pemerintahannya.
B. Perkembangan Islam Pada Masa Nabi Muhammad Saw
1. Sejarah nasab keluarga Nabi
Saw
Nabi Muhammad Saw lahir pada tanggal 12 Rabi’ul
Awwal th 571 M. Beliau merupakan orang besar
yang dilahirkan ke muka bumi untuk menjadi pemimpin seluruh dunia menuju
kebahagiaan hakiki.
Nabi Saw lahir dari keluarga Quraisy keturunan
Isma’iliyyah, salah satu keturunan Nabi Isma’il As, putera Ibrahim As. Suku
Quraisy adalah suku terbesar di jazirah Arab dan sepanjang sejarahnya selalu
memunculkan pemimpin-pemimpin handal penguasa Arab. Salah seorang suku Quraisy
yang berhasil menyatukan bangsa Quraisy adalah Qusay, yakni pada abad kelima
Masehi (5 M) di Hijaz (Mekah).
Abdud Dar merupakan putera dari Qusay yang menjadikan Mekah sebagai pusat
pemerintahan kala itu. Setelah Abdud Dar meninggal, kekuasaan dibagi menjadi
dua : Pertama; untuk
puteranya yang mengurusi bidang militer dan Kedua; untuk
putera saudaranya, Abdul Manaf yang bernama Abdus
Syam, khusus
menangani bidang administrasi dan keuangan.
Kekuasaan yang ada pada Abdus Syam ia serahkan kepada saudaranya yang
bernama Hasyim, seorang
ahli peperangan. Sedangkan putera Abdus Syam yang bernama Umayyah tersingkir oleh supremasi
Hasyim. Ia berusaha merebut kekuasaan itu dari Hasyim, tetapi akhirnya ia
diasingkan karena membangkang.
Hasyim, memiliki putera yang bernama Abdul Muthalib. Karena kedermawanannya
ia dipercaya memimpin suku Quraisy sebagai pengganti ayahnya. Namun Harb putera Umayyah tidak mengakui kepemimpinan
Abdul Muthalib yang menjadikannya terusir dari kota Mekah seperti ayahnya
dahulu. Dari hal itu banyak sejarahwan akhirnya mencatat bahwa perseteruan
antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah berpangkal dari nenek moyangnya dahulu.
Selanjutnya Abdul Muthalib mempunyai putera Abbas, Abu Thalib dan Abdullah
(ayah Nabi Saw). Dari Abbas akhirnya nanti melahirkan pemimpin-pemimpin yang
mendirikan Dinasti Bani Abbasiyah pada tahun 750 M. Sementara Abu Thalib
menjadi tokoh yang sangat disegani dikalangan suku Quraisy di Jazirah Arab,
sebagai puteranya yakni Ali karramallahu wajhah. Sedangkan Abdullah dengan Isterinya Aminah
binti Wahhabmelahirkan Muhammad Saw.
2. Peradaban Pada Masa
Rasulullah Saw
Peradaban pada masa Nabi
Saw dilandasi dengan asas-asas yang diciptakan sendiri oleh beliau di bawah
bimbingan wahyu (Al-Husairy, 2006: 175).
Kemudian Nabi Saw
mengupayakan dasar-dasar membangunan peradaban bangsa Arab sebagai berikut.
Pertama: Mendirikan masjid, yakni masjid Quba
(sebagai masjid pertama yang dibangun dalam sejarah Agama Islam), yang berlokasi dipinggiran kota
Madinah. Fungsi pembangunan
masjid ini antaralain; Shalat (kewajiban
asasi seorang muslim), belajar agama, pengadilan atas
perkara-perkara yang terjadi saat itu, pertemuan-pertemuan penting (musyawarah), dakwah, penyusunan administrasi
pemerintahan, dan lain sebagainya. Jadi pembangunan masjid itu memiliki multi
fungsi, untuk mengembangkan kehidupan spiritual yang kuat dan disisi lain untuk
membentuk integrasi sosial.
Kedua: Mempersatukan antara Anshor dan Muhajirin. Manfaat persaudaraan
kedua golongan itu nantinya adalah ; kaum Anshor dengan senang hati membantu
kaum Muhajirin jika membutuhkan baik materiil bahkan isteri-isteri, kaum Anshor
bahkan meluangkan waktu hanya sekedar menunjukkan pasar-pasar yang bisa
digunakan untuk transaksi perdagangan. Lebih dari itu, bahwa upaya
mempersaudarakan antara kedua golongan ini sebenarnya Nabi Saw telah
menciptakan suatu persatuan yang berlandaskan agama sebagai pengganti
persaudaraan yang berdasar kesukuan seperti yang banyak dianut sebelum
kedatangan Nabi Saw.
Ketiga : Kerjasama antar komponen penduduk madinah (muslim dan non
muslim). Dimana dimana saat itu non muslim yang tinggal di Madinah terdiri dari
Nasrani dan Yahudi (Banu Nadzir dan Banu
Quraidzah).
Untuk menjaga keutuhan perdamaian antar komponen Nabi Saw memprakarsai
pembentukan Piagam Madinah. Adapun pokok-pokok ketentuan Piagam Madinah
antara lain :
1.
Seluruh masyarakat yang menandatangi harus bersatu padu di bawah
paying perdamaian.
2.
Jika salah satu kelompok yang turut menandatangi piagam tersebut
diserang, maka kelompok yang lain harus membelanya
3.
Tidak boleh pada suatu kelompokpun yang menggalang kerjasama
dengan kafi Quraisy atau membantu mereka melakukan perlawanan terhadap
msyarakat Madinah.
4.
Orang Islam, Nasrani dan Yahudi serta seluruh masyarakat Madinah
yang lain bebas memeluk agama dan keyakinan masing-masing dan mereka dijamin
kebebasannya dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya
masing-masing.
5.
Urusan pribadi atau perseorangan, atau perkara-perkara kecil
kelompok non muslim tidak harus melibatkan pihak-pihak lain secara keeluruhan.
6.
Setiap bentuk penindasan dilarang
7.
Mulai hari ini segala bentuk pertumpahan darah, pembunuhan dan
penganiayaan diharamkan diseluruh negeri Madinah.
8.
Muhammad Saw menjadi kepala perintahan Madinah dan memgang
kekuasaan peradilan yang tinggi (Mufrodi, 1997: 46-46).
Keempat: Meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi dan social untuk masyarakat baru,
antara lain:
a)
Beliau berusaha menetapkan dan menegakkan hukum-hukum privat seperti hukum
keluarga, baru kemudian masalah-masalah publik seperti interaksi sosial.
b) Dalam
masalah sosia-politik, Nabi Saw membangun dasar-dasar sistem musyawarah.
c) Dalam sistem ekonomi, munculnya sistem baru dalam
perdagangan yakni sistem dagang non ribawi yang melarang adanya eksploitasi,
monopoli dan rentenir.
d) Dalam bidang kemasyarakatan dibuatlah dasar-dasar sistem
social seperti al ukhuwah (persaudaraan), al musawah (persamaan), at
tasamuh (toleransi), al musyawarah (perundingan), dan al mu’awanah (kerjasama) (Syalabi, 1997: 116-120).
3. Dinamikan setelah
pembentukan konstitusi
Usaha-usaha awal yang telah
dilakukan Nabi Saw di Madinah ternyata melahirkan dinamikan masyarakat yang
luar biasa, baik yang bersifat positifa maupun negatif. Yang positif adalah
suatu keadaan dimana masyarakat mencapai taraf hidup yang harmonis dan beradab,
sehingga memungkinkan misi Nabi Saw berjalan lancar. Sedangkan yang negatif
adalah pelanggaran-pelanggaran atas perjanjian yang pernah dibuat bersama, khususnya
hal itu dilakukan oleh oknum-oknum golongan Yahudi sehingga melahirkan
peperangan demi peperangan antara kaum Muslimin dengan kaum Musyrikin dan
kafirin, antara lain:
1.
a. Perang Badar (+ 1H); terjadi antara kaum Muslim Madinah dengan kaum kafir Quraisy di Mekah, atas
dasar kecemburuan kaum musyrikin Mekah atas kesuksesan dakwah Nabi di Madinah,
dan keinginan mereka untuk balas dendam terhadap penduduk Madinah yang telah
menerima Nabi Saw secara terbuka.
2.
b. Perang Uhud (+ 3H); antara kaum Muslimin dengan kafir Mekah. Latar belakangnya adalah keinginan
balas dendam atas kekalahan mereka di perang badar. Dalam perang ini kaum kafir
dipimpin oleh Abu Sufyan dengan pasukan tempurnya yang
berjumlah 3000 tentara, 700 pasukan tameng dan 200 pasukan kuda. Kaum kafir
memenangkan perang ini, dengan 70 tentara muslim gugur, sedangkan kaum kafir
hanya 23 yang mati.
3.
c. Perang Khandaq (tahun 627 M); dilatarbelakangi oleh ketakutan kaum kafir Mekah akan semakin kuatnya
Muslimin di Madinah, sementara suku-suku Badui di
Madinah merasa terancam sumber ekonominya karena Nabi Saw telah menghancurkan
para penjarah serta perampokan di jalan-jalan, dank arena Yahudi dari Banu
Nadzir setelah Perang Uhud diusir dari Madinah lantaran pengkhianatan mereka atas
perjanjian yang pernah dibuat serta sikap mereka yang membelot dari pasukan
Madinah. Mereka selalu bekerjasama dengan kafir Quraisy Mekah untuk
memata-matai kaum muslimin di Madinah.
4.
d. Perang Khaibar; biasa disebut dengan peristiwa penaklukan tanah
khaibar. Perang ini dilatarbelakangi oleh karena kaum Yahudi yang terusir dari
Madinah sering mengganggu kaum Muslimin di Khaibar dengan berbagai macam cara. Mereka sering merampas
hewan ternak yang digembalakan diperbatasan Madinah.
5.
e. Perang Mu’tah; terjadi antara pasukan Muslimin dengan pasukan Kristen
yang dipimpin olehaSurahbil di Mu’tah
(perbatasan kekuasaan Romawi saat itu). Dalam perang ini Zaid,
Ja’far dan Abdullah gugur. Akhirnya Nabi memerintahkan Khalid
bin Walid untuk
menyerang Surahbil, dan berhasilmemenangkan pertempuran tersebut.
6.
f. Penaklukkan Mekah (1
Januari 630 M); semula Nabi Saw
menawarkan perdamaian kepada kafir Quraisy Mekah namun merekea menolaknya. Maka
Nabi Saw mengirimkan 10.000 pasukan yang beliau pimpin sendiri dan akhirnya
mampu menguasai kota
Mekah tanpa pertumpahan darah, sebab meskipun pasukan Muslimin sangat besar
Nabi Saw tetap menawarkan perdamaian.
7.
g. Perang Hunain; dilatarbelakangi oleh suku Hawazin yang
melepaskan diri dari kota
Mekah dan mendirikan pemerintahan sendiri. Namun pemerintahan mereka mengancam
kedamaian kaum Muslimin.
8.
h. Perang Tabuk; terjadi antara kaum Muslimin Madinah dengan Raja
Romawi “Heraclius”.Latarbelakangnya adalah karena raja Heraclius
merasa terancam atas kesuksesan dakwah Nabi Saw di Madinah. Namun Heraclius
mengurungkan penyerangan karena merasa takut, sebab jumlah pasukan yang sudah
disiapkan Nabi Saw sangatlah besar yakni 40.000 pasukan. Setelah itu akhirnya
banyak kelompok-kelompok dari berbagai wilayah yang menawarkan perdamaian dan
masuk Islam pada Nabi Saw.
4. Berakhirnya kepemimpinan Nabi Saw
Nabi Saw wafat di usia 63 tahun, tepatnya pada
tanggal 18 Juni 632 M. Penutupan kepemimpinan Nabi yakni dengan berangkatnya
Nabi Saw untuk melakukan haji Wada’ pada tahun kesepuluh hijriyyah.
C. Perkembangan Islam Pada Masa Khulafaurrasyidin
1. Abu Bakar As Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
a. Biografi
Beliau termasuk dalam golongan as
saabiqun al-awwalun (golongan
pertama yang masuk Islam). Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah
at-Tamimi. Pada masa kecilnya beliau bernama Abdul Ka’bah.Nama ini diberikan kepadanya
sebagai realisasi zadzar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama itu
ditukar oleh Nabi Saw menjadi Abdullah. Sedangkan gelar as-shiddiq diberikan
oleh Nabi Saw karena keteguhan imannya dan pembenarannya pada peristiwa isra’
dan mi’raj Nabi Saw. Ayahnya bernama Utsman bin Amr bin Sa’ad bin Taim bin
Murra bin Ka’ab bin Lu’ayy bin Talib bin Fihr bin Nadr bin Malik. Ibunya bernama
Ummu Khair Salma binti Sakr yang berasal dari keturunan Quraisy. Garis
keturunan ayah dan ibunya bertemu pada kakeknya yang bernama Ka’b bin Sa’ad bin
Taim bin Murra (Djaelani, 2005: 91).
Sejak kecil beliau dikenal sebagai anak yang
baik, sabar, jujur dan lemah lembut. Beliau menjadi sahabat Nabi Saw sejak
keduanya masih remaja.
b. Masa Pemerintahan
1) Kebijaksanaan pengurusan
terhadap agama
Pada awal pemerintahannya,
beliau diuji dengan adanya ancaman yang datang dari umat Islam sendiri yang menentang
kepemimpinannya. Diantaranya perbuatan makar tersebut ialah timbulnya
orang-orang yang murtad, orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat,
orang-orang yang mengaku menjadi nabi, dan pemberontakan dari beberapa kabilah
(Amin dalam Supriyadi, 2008: 70)
2) Kebijakan kenegaraan
Diantara kebijakan beliau
pada bidang kenegaraan antara lain:
a) Bidang eksekutif
Pendelegasian terhadap
tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Misalnya untuk pemerintahan
pusat menunjuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit
sebagai sekretaris negara dan Abu Ubaidah bendaharawan. Untuk daerah-daerah
kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi, dan untuk setiap provinsi
ditunjuk seorang amir.
b) Pertahanan dan keamanan
Dengan mengorganisasikan
pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan
pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabiilitas di dalam
maupun di luar negeri. Diantara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid,
Musanna bin Haritsah, Amr bin Ash, Zaid bin Abi Sufyan, dan lain-lain.
c) Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khattab dan selama masa
pemerintahan Abu Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti
perpecahan. Hal ini karena kemampuan dan sifat Umar
sendiri, dan masyarakat pada waktu itu dikenal ‘alim.
d) Sosial ekonomi
Sebuah lembaga mirip Bait Al Mal, didalamnya dikelola harta benda
yang didapat dari zakat, infaq, sedekah, ghanimah, dan lain-lain. Penggunaan
harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai negara dan kesejahteraan umat
sesuai dengan aturan yang ada.
c. Peradaban pada Masa Abu Bakar
Bentuk peradaban paling besar dan luar biasa dan merupakan satu kerja besar
yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-Qur’an.
Abu Bakar As Shiddiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun
Al-Qur’an dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hapalan kaum muslimin.
Hal ini dilakukan sebagi usaha untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an setelah
syahidnya beberapa penghapal Al-Qur’an pada perang Yamamah. Umarlah yang
mengusulkan pertama kali penghimpunan Al-Qur’an ini. Sejak itulah Al-Qur’an
dikumpulkan dalam satu mushaf. Inilah untuk pertama kalinya Al-Qur’an dihimpun
(Al-Usairy dalam Supriyadi, 2008: 73).
Selain itu peradaban Islam
yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu Bakar terbagi dalam beberapa
tahapan, yaitu sebagai berikut.
1) Dalam bidang pranata sosial ekonomi adalah
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat
ini ia mengelola zakat, infaq dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin,
ghanimah harta rampasan perang dan jizyah dari warga negara non muslim, sebagai
sumber pendapatanBaitul Mal. Penghasilan yang diperoleh dari
sumber-sumber pendapatan negara ini dibagikan untuk kesejahteraan para tentara,
gaji para pegawai negara, dan kepada rakyat yang berhak menerimanya sesuai
dengan ketentuan Al-Qur’an.
2)
Praktik pemerintahan Abu Bakar terpenting lainnya adalah mengenai suksesi
kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk Umar bin Khattab untuk
menggantikannya. Ada beberapa faktor yang mendorong Abu Bakar untuk menunjuk
atau mencalonkan Umar menjadi Khalifah. Faktor utamanya adalah kekhawatirannya
akan terulang kembali peristiwa yang dangat menegangkan di Tsaqifah Saidah yang
nyaris menyulut umat Islam ke jurang perpecahan, bila tidak menunjuk
orang yang menggantikannya. Pada saat itu kaum Anshar dan Muhajirin saling
mengklaim sebagai golongan yang berhak menjadi Khalifah. Jadi, dengan jalan
penunjukan itu, ia ingin ada kepastian yang menggantikannya sehingga hal-hal
yang tidak diinginkan tidak menimpa umat Islam. Artinya dari segi politik dan
stabilitas keamanan, Abu Bakar menghendaki adanya stabilitas politik dan
keamanan terjadi pergantian pimpinan. Dan penunjukan yang dilakukan Abu Bakar
tetap dengan jalan musyawarah, yang saat itu dihadiri oleh Abdurrahman bin Auf,
Utsman bin Affan, dan Asid bin Hadhir tokoh Anshar.
d. Wafatnya Abu Bakar
Tatkala Abu Bakar merasa kematiannya telah dekat dan sakitnya semakin parah
dia ingin melimpahkan kekhalifahan yang tidak meniimbulkan konflik internal
bagi kaum muslimin. Maka dipilihlah Umar bin Khattab sebagai penggantinya
kelak. Setelah pembai’atan Umar beberapa hari kemudian Abu Bakar wafat, yaitu
pada hari Senin, 23 Agustus 624 M.
2. Umar bin Khattab (13-24 H/634-644 M)
a. Biografi
Nama lengkapnya adalah Umar
bin Khattab bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin
Razail bin ‘adi bin Ka’ab bin Lu’ay. Dilahirkan di kota Mekah, empat tahun
sebelum Perang Fijar sebagaimana yang ditulis oleh Muhammad Al-Khudari Bek,
tiga belas tahun lebih muda dari Nabi Muhammad Saw. Ayahnya bernama Khattab bin
Nufail al-Mahzumi al-Quraisi dari suku Adi dan Ibunya bernama Hantamah binti
Hasyim. Suku Adi merupakan salah satu suku terpandang
di kalangan Arab dan termasuk rumpun Quraisy.
Umar memiliki kecerdasan
dan kekuatan tubuh yang luar biasa. Pada tingkat kecerdasannya, ia mampu
memprediksi dan memperkirakan hal-hal yang mungkin terjadi di masa yang akan
datang. Maka iapun ditunjuk oleh Kabilahnya untuk mewakili setiap diplomasi
antar kabilah di Arab. Diplomasinya diakui oleh bangsa Arab saat itu. Namun
diapun diakui sebagai pribadi yang gagah berani dan perkasa, tidak sedikit
orang-orang quraisy yang jatuh tersungkur dikalahkan oleh Umar dalam setiap
laga pertandingan gulat dan adu otot antar kabilah.
Peran Umar dalam penyebaran agama Islam sangat besar, hal ini telah
diperkirakan sebelumnya oleh Nabi Saw. Maka saat itu beliau berdo’a pada Allah
Swt, “Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan
salah seorang dari Amr bin Hasyim atau Umar bin Khattab“. Do’a Nabi
ini diijabahi oleh Allah Swt, dan akhirnya Umar masuk Islam pada tahun 616 M.
Masuknya Umar ini kemudian diikuti oleh putera sulungnya Abdullah dan Isterinya
Zainab binti Ma’zun. Selain itu keislaman Umar membuka jalan bagi tokoh-tokoh
Arab lainnya untuk masuk Islam.
b. Ide Pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an
Umar adalah orang pertama
dari kalangan sahabat yang mencetuskan ide tentang perlunya dilakukan
pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Ketika itu ayat-ayat Al-Qur’an yaang telah
ditulis oleh para sahabat tersebar diberbagai lempengan batu, pelepah kurma,
tulang-tulang dan sebagainya. Tempatnyapun berserakan ditangan para sahabat,
tidak terkumpul dalam satu tempat.
Pada masa Khalifah Abu
Bakar terjadi banyak peperangan yang didalamnya gugur banyak sahabat penghafal
Al-Qur’an. Diantaranya dalam perang Yamamah saja 70 orang penghafal
Al-Qur’an gugur. Oleh karena itu Umar khawatir para penghafal Al-Qur’an akan
habis. Dengan alasan itu ia mengusulkan kepada Abu Bakar agar segera
dikumpulkan semua tulisan ayat-ayat Al-Qur’an. Pada mulanya Abu Bakar keberatan
menerima usul Umar itu, karena Nabi Saw tidak pernah melakukan hal serupa.
Namun atas desakan Umar usul itupun disetujuinya. Abu Bakar lalu mempercayakan
tugas pengumpulan itu kepada Zaid bin Tsabit, karena dia adalah penulis wahyu
pada masa Rasulullah Saw.
c. Pengangkatan Umar sebagai Khalifah
Abu Bakar sebelum meninggal
pada tahun 13 H/634 M., menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya.
Kendatipun hal ini merupakan perbuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya,
tampaknya penunjukkan ini bagi Abu Bakar merupakan hal yang wajar untuk
dilakukan guna menghindari perselisihan diantara umat Islam.
Adapun beberapa faktor yang
melatarbelakangi penunjukkan Umar sebagai Khalifah adalah sebagai berikut:
Pertama, kekhawatiran peristiwa yang sangat menegangkan di Tsqifah bani Sa’idah yang
nyaris menyeret umat Islam ke jurang perpecahan akan terulang kembali.
Kedua, kaum Anshar dan Muhajirin saling mengklaim sebagai golongan yang berhak
menjadi khalifah.
Ketiga, umat Islam saat itu baru saja selesai
menumpas kaum murtad dan pembangkang (Pulungan dalam Supriyadi, 2005: 78).
Sementara sebagian pasukan mujahidin sedang bertempur di luar kota Madinah
melawan tentara Persia di satu pihak dan tentara Romawi di pihak lain.
Penunjukan Abu Bakar
terhadap Umar yang dilakukan saat ia mendadak jatuh sakit pada masa jabatannya
merupakan suatu yang baru, tetapi harus dicatat bahwa penunjukan itu dilakukan
dalam bentuk rekomendasi atau saran yang diserahkan pada persetujuan umat. Abu
Bakar dalam menunjuk Umar sebagai pengganti tetap mengadakan musyawarah atau
konsultasi terbatas dengan beberapa orang sahabat senior, antara lain Abdurrahman
bin Auf, Utsman bin Affan, dan Asid bin Hadhir seorang tokoh Anshar (Supriyadi,
2005: 79).
1.
d. Masa pemerintahan dan usaha-usaha yang dilakukan
1.) Penaklukan
wilayah-wilayah di luar Islam
Selama sepuluh tahun
pemerintahan Umar sebagaian besar ditandai oleh penaklukan-penaklukan untuk
melebarkan pengaruh Islam ke luar Arab. Sejarah mencatat, Umar telah berhasil
membebaskan negeri-negeri jajahan Imperium Romawi dan Persia yang dimulai dari awal
pemerintahannya, bahkan sejak pemerintahan sebelumnya (Khalifah Abu Bakar).
Pada masanya terjadi ekspansi kekuasan Islam secara besar-besaran sehingga
periode ini lebih dikenal dengan nama periode Futuhaat al-Islamiyyah (perluasan wilayah
Islam).Berturut-turut Islam
berhasil menduduki Suriah, Irak, Mesir, Palestina dan Persia (Djaelani, 2005: 107).
Faktor-faktor yang melatarbelakangi timbulnya
konflik antara umat Islam dengan bangsa Romawi dan Persia
yang pada akhirnya mendorong umat Islam mengadakan penaklukan negeri Romawi dan
Persia ,
serta negeri-negeri jajahannya karena:
Pertama, bangsa Romawi dan persia tidak menaruh hormat terhadap maksud baik Islam.
Kedua, semenjak Islam masih lemah, Romawi dan Persia selalu berusaha menghancurkan
Islam.
Ketiga, bangsa Romawi dan Persia sebagai negara yang subur dan terkenal
kemakmurannya, tidak berkenan menjalin hubungan perdagangan dengan
negeri-negeri Arab.
Keempat, bangsa Romawi dan Persia bersikap ceroboh menghasut suku-suku Badui untuk
menentang pemerintahan Islam dan mendukung musuh-musuh Islam.
Kelima, letak geografis kekuasaan Romawi dan Persia sangat setrategis untuk
kepentingan keamanan dan pertahanan Islam.
2.) Madinah sebagai Negara Adikuasa
Semenjak penaklukan Romawi dan Persia,
pemerintahan Islam menjadi adikuasa dunia yang memiliki wilayah kekuasaan luas,
meliputi semenanjung Arabia, Siria, Irak, Persia dan Mesir. Umar bin Khattab
yang dikenal sebagai negarawan, administrator terampil dan pandai, dan seorang
pembaharu membuat berbagai kebijakan mengenai pengelolaan wilayah kekuasaan
yang luas, ia menata struktur kekuasaan dan administrasi pemerintahan negara
Madinah berdasarkan semangat demokrasi.
Untuk menunjang kelancaran
administrasi dan operasional tugas-tugas ekskutif, Umar melengkapinya dengan
beberapa jawatan, antara lain:
1.) Dewan al-Kharraj (Jawatan Pajak)
2.) Dewan al-Addats (Jawatan Kepolisian)
3.) Nazar al-Nafiat (Jawatan Pekerjaan Umum)
4.) Dewan al-Jund (Jawatan Militer)
5.) Bai’at al-Mal (Lembaga Pembendaharaan
Negara)(Supriyadi, 2005: 82).
e. Peradaban Pada Masa Khalifah Umar
Peradaban yang paling signifikan pada masa Umar, selain pola administratif
pemerintahan, peperangan dan sebagainya adalah pedoman dalam peradilan. Umar
melakukan pembenahan dalam peradilan Islam. Dialah yang mula-mula meletakkan
prinsip-prinsip peradilan dengan menyusun sebuah risalah yang kemudian
dikirmkan kepada Abu Musa al-Asy’ari. Risalah itu disebut dengan Risalah
al-Qada’ (Djaelani, 2005: 107).
Disamping itu pemikiran
Khalifah Umar bin Khattab khususnya dalam perdilan yang masih berlaku sampai
sekarang dikutip M. Fauzan, sebagai berikut:
Naskah asas-asas Hukum Acara
Dari Umar Amirul Mu’minin
kepada Abdullah bin Qais, mudah-mudahan Allah Swt melimpahkan kesejahteraan dan
rahmatNya kepada engkau.
1) Kedudukan lembaga peradilan
Kedudukan lembaga peradilan
di tengah-tengah masyarakat suatu negara hukumnya wajib (sangat urgent) dan
sunnah yang harus diikuti/dipatuhi.
2) Memahami kasus persoalan, baru memutuskannya
Pahami suatu persoalan
kasus gugatan yang diajukan kepada Anda, dan ambillah keputusan setelah jelas
persoalan mana yang benar dan mana yang salah. Karena sesungguhnya, suatu
kebenaran yang tidak memperolah perhatian hakim akan menjadi sia-sia.
3) Samakan pandangan Anda kepada kedua belah pihak dan berlaku adillah
Dudukkan kedua belah pihak
di majelis secara sama, pandangan mereka dengan pandangan yang sama, agar orang
yang terhormat tidak melecehkan Anda, dan orang yang lemah tidak merasa
teraniaya.
4) Kewajiban pembuktian
Penggugat wajib membuktikan
gugatannya, dan tergugat wajib membuktikan bantahannya.
5) Lembaga damai
Penyelesaian perkara secara
damai dibenarkan, sepanjang tidak mengahalalkan yang haram dan mengharamkan
yang halal.
6) Penundaan persidangan
Barangsiapa yang menyatakan
ada suatu hal yang tidak ada ditempatnya atau sesuatu keterangan, berilah tempo
kepadanya untuk dilaluinya. Kemudian, jika dia memberi keterangan, hendaklah
Anda memberikan kepadanya haknya. Jika dia tidak mampu memberikan yang
demikian, Anda dapat memutuskan perkara yang merugikan haknya, karena yang
demikian itu lebih mantap bagi keudzurannya (tidak ada jalan baginya untuk
mengatakan ini dan itu), dan lebih menampakkan apa yang tersembunyi.
7) Kebenaran dan keadilan
Janganlah Anda dihalangi
oleh suatu putusan yang telah Anda putuskan pada hari ini, kemudian Anda tinjau
kembali putusan itu lalu Anda ditunjuk pada kebenaran untuk kembali pada
kebenaran, karena kebenaran itu suatu hal yang qadim yang tidak dapat
dibatalkan oleh sesuatu. Kembali kepada yang hak, lebih baik daripada terus
bergelimang dalam kebatilan.
8) Kewajiban menggali hukum yang hidup dan melaksanakan penalaran logis
Pergunakan kekuatan logis
pada suatu kasus perkara yang diajukan kepada Anda dengan menggali dan memahami
hukum yang hidup, apabila hukum suatu perkara kurang jelas dalam Al-Qur’an dan
Sunnah. Kemudian bandingkanlah permasalahan tersebutsatu sama lain dan
ketahuilah (kenalilah) hukum yang serupa, kemudian ambillah mana yang lebbih
mirip dengan kebenaran.
9) Orang Islam haruslah berlaku adil
Orang Islam dengan orang
Islam lainnya haruslah adil, terkecuali orang yang sudah pernah menjadi saksi
palsu atau pernah dijatuhi hukuman had atas orang yang diragukan tentang asal
usulnya, karena sesungguhnya Allah Swt yang mengendalikan rahasia hamba dan
menutupi hukuman atas mereka, terkecuali dengan adanya keterangan dan sumpah.
10) Larangan bersidang ketika
sedang emosional
Jauhilah diri Anda dari
marah, pikiran kacau, perasaan tidak senang, dan berlaku kasar terhadap para
pihak. Karena kebenaran itu hanya berada di dalam jiwa yang tenang dan niat
yang bersih (Supriyadi, 2005: 83-84).
3. Utsman bin Affan (24-36 H/644-656 M)
a. Biografi
Nama lengkapnya adalah
Utsman bin Affan bin Abu ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin
Qushai. Nasabnya bertemu dengan Nabi pada kakeknya yang keenam.
Ayahnya adalah Affan bin
Ash yang meninggal pada masa Jahiliyyah sebelum diutusnya Nabi. Dan Ibunya
bernama Arwa binti Kuraib bin Rabi’ah. Dia telah masuk Islam dan hidup di
Madinah. Rasulullah telah membaiatnya dan ia meninggal pada masa
kekhalifahan puteranya. Sedangkan neneknya bernama Ummu Hakim binti Abdul
Muthalib, bibi Nabi Muhammad SAW.
Putera-puteri Utsman antara lain: Abdullah Al-Akbar, Abdullah Al-Ashghar,
Amru, Khalid, Al-Walid, Sa’id, Abdul Malik, Maryam, Ummu Sa’id, Aisyah, Ummu
Amru, dan Ummul Banin. Semua putera-puterinya tersebut merupakan hasil
pernikahan beliau dengan dua puteri Nabi yakni Ruqayyah dan Ummi Kultsum. Maka saat itu beliu dijuluki Dzun-Nurain (Pemilik
Dua Cahaya).
Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa kesemua anak Utsman tersebut
berasal dari pernikahan beliau dengan beberapa wanita muslimah lain pasca
isteri-isteri terdahulu meninggal, seperti beliau menikahi Sakhithah binti
Ghazwan sepeninggal Ummi Kulstum. Lalu Fathimah binti Walid, Ummul Banin
binti Uyainah bin Hisham dan Nailah binti Al-Farafishah (seorang wanita Nasrani yang masuk Islam).
b. Periode Kehidupan Utsman
yang Paling Menonojol
Beliau dilahirkan enam tahun setelah tahun gajah (artinya lebih muda enam tahun dari Nabi SAW). Berhijrah
tatkala berusia 47 tahun dan diangkat menjadi khalifah pada usia 70 tahun, yang
saat itu menjabat sebagai khalifah selama 12 tahun. Beliau meninggal saat
berusi 82 tahun, tepatnya pada tanggal 18 Dzulhijjah tahun 35 H.
Semasa hidup beliau di
Zaman Nabi, Utsman bin Affan mengkuti beberapa peperangan diantaranya, Perang
Uhud, Khaibar, Pembebasan kota Mekah, Perang Thaif, Hawazin, dan Perang Tabuk.
Beliau tidak ikut perang Badar karena diperintah Rasulullah SAW untuk menunggui
isterinya yang sedang sakit, sampai akhirnya meninggal.
Kesalehan sosialnya begitu
tinggi, sehingga suatu ketika beliau pernah membeli sumur dari seorang Yahudi
untuk kaum muslimin seharga 12.000 dirham dan menghibahkannya kepada Kaum muslimin
pada saat hijrah ke Yatsrib (Madinah). Mewakafkan tanah seharga 15.000 dirham
untuk perluasan Masjid Nabawi. Menyerahkan 940 ekor unta, 60 ekor kuda, 10.000
dinar untuk keperluan Jaisyul Usrah pada Perang Tabuk. Dan setiap hari Jum’at
beliau membebaskan seorang budak laki-laki dan perempuan di masa pemerintahan
Abu Bakar As-Syiddiq.
c. Keadaan Umat Islam tatkala
Utsman diangkat menjadi Khalifah
Antara lain:
1) Menguasai
Negara Persia secara sempurna
2) Tentara
Romawi berhasil diusir dari Syam dan Mesir
3) Menghukum
segala bentuk kezaliman dan membedakan bentuk masyarakat
4) Kaum Muslim
dan Non Muslim dapat hidup dengan tenang karena Islam menjamin kebebasan
beragama mereka
5) Hilangnya
sifat mengutamakan kelompok (kabilah) dan golongan serta membangga-banggakan
kabilah
6) Kaum
muslimin menjadi Umat yang gemar membantu, karena Utsman telah mencontohkannya
demikian.
d. Masa Pemerintahan
Beliau menjadi Khalifah
menggantikan Umar bin Khattab, yakni 24-36 H./644-656 M. Pada masa
pemerintahannya perluasan Islam telah mencapai Asia dan Afrika, seperti daerah
Heart, Kabul, Ghazni, dan Asia Tengah, juga Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes,
dan bagian yang tersisa dari Persia, dan berhasil menumpas pemberontakan yang
dilakukan orang Persia.
Roda pemerintahan Utsman tidak jauh berbeda dengan Umar. Dalam pidato
pembai’atannya ia tegaskan akan meneruskan keiasaan yang dibuat pendahulunya.
Pemegang kekuasaan tertinggi ada di tangan Khalifah dan pelaksanaan tugas
eksekutif dipemerintahan pusat di bantu oleh pejabat sekretaris Negara yakni
Marwan bin Hakam. Selain itu dalam pemerintahannya ia dibantu oleh pejabat
pajak,pejabat kepolisian, pejabat keuangan atau Bitul
Mal. Sedangkan untuk urusan di daerah Utsman mempercayakan seorang
Gubernur sebagai pengatur di daerah.
Adapun kekuasaan legislatif
dipegang oleh Dewan Penasehat atau Majelis Syura, tempat Khalifah mengadakan
musyawarah atau konsultasi dengan para sahabat terkemuka. Majelis ini
memberikan saran, usul dan nasehat kepada Khalifah tentang berbagai masalah
penting yang dihadapi Negara. Akan tetapi pengambilan keputusan ada di tangan
Khalifah.
e. Peradaban Pada Masa Utsman
bin Affan
Karya monumental Khalifah
Utsman selama menjabat sebagai pemimpin umat Islam waktu itu adalah pembukuan
Mushaf Al-Qur’an, yang kemudian di kenal dengan nama Mushaf Utsmani. Pembukuan
itu didasari oleh munculnya berbagai perbedaan dari car abaca Al-Qur’an
sehinggan terjadi perpecahan dikalangan sahabat. Pembukuan itu diketuai oleh
Zaid bin Tsabit, dengan kepanitiaan tersendiri.
Adapun pembangunan yang dilakukan pada masanya meliputi pembangunan
daerah-daerah pemukiman, jembatan, jalan, masjid, wisma tamu, pembangunan
kota-kota baru yang kemudian tumbuh pesat. Semua jalan menuju madinah
dilengkapi dengan khfilah dan fasilitas bagi para pendatang. Masjid Nabawi
diperluas, tempat persediaan air di bangun di Madinah, di kota-kota padang
pasir dan di lading-ladang peternakan unta serta kuda (Jamil Ahmad: 1984; 147).
f. Usaha Pengumpulan Al Qur-an
1) Penumpulan Al Qur’an merupakan usaha yang sangat berpengaruh
guna menghindari konflik diantara umat Islam. Sahabat Utsman mengirim seorang
sahabat untuk menemui Ummu Hafsah binti Umar untuk meminta mushaf yang disimpannya.
Beliau juga meminta empat orang sahabat untuk menyalin mushaf ini.
2) Utsman
menyalin mushaf yang sudah ditulis menjadi tujuh salinan dan mengirimkannya ke
Syam, Kufah, Bashrah, Yaman dan Madinah. Dan beliau menyuruh untuk membakar
salinan mushaf yang tidak sama dengan salinan tersebut, untuk menghindari perselisihan.
4. Ali bin Abi Thalib (36-41 H/656-661 M)
a. Biografi
Ali adalah putera Abi
Thalib bin Abdul Muthalib. Ia adalah sepupu Nabi Muhammad SAW yang kemudian
menjadi menantunya karena menikahi puteri Nabi SAW yakni Fatimatuz Zahra. Ali
ikut dengan Nabi SAW sejak kelaparan melanda kota Mekah untuk menghindari ancaman
kelaparan tersebut (Syed Mahmudunnasir:
1981).
Beliau masuk Islam saat masih berusia 13 tahun,
hal ini menurut A.M. Saban. Sedangkan menurut Mahmudunnasir, Ali masuk Islam
saat berusia 9 tahun. Beliau memiliki beberapa saudara antaralain Thalib,
Uqail, Ja’far dan Ummu Hani’.
Mahmudunnasir selanjutnya menulis bahwa Ali
termasuk salah seorang yang sangat lihai dalam memainkan pedang dan pena,
bahkan ia dikenal sebagai seorang orator. Ia juga seorang yang pandai dan
bijaksana, sehingga menjadi penasihat pada jaman Khalifah Abu Bakar, Umar bin
Khattab, dan Utsman bin Affan (Mahmudunnasir, 1981: 144).
b. Keadaan Umat Muslim Pada
Masa Ali
Menurut Ali Mufrodi,
setelah wafatnya Utsman bin Affan, banyak sahabat yang sedang mengunjungi
wilayah-wilayah yang baru ditaklukkan yang diantaranya Thalhah bin Ubaidillah
dan Zubair bin Awwam.
Peristiwa terbunuhnya
Utsman menyebabkan perpecahan dikalangan umat Islam menjadi empat, yaitu :
1) Pengikut Utsman,
yaitu yang menuntut balas dendam atas kematian Utsman dan mengajukan Mu’awiyah
sebagai Khalifah.
2) Pengikut
Ali, yakni yang mengajukan Ali sebagi Khalifah.
3) Kaum
Moderat, tidak mengajukan calon, menyerahkan urusannya pada Allah.
4) Golongan yang berpegang pada prinsip Jama’ah, diantara Sa’ad
bin Abi Waqas, Abu Ayub Al-Anshari, Usamah bin Zaid, dan Muhammad bin Maslamah
yang diikuti oleh 10.000 sahabat dan tabi’in yang memandang bahwa Utsman dan
Ali sama-sama sebagai pemimpin (Abudin
Nata, 1995: 14).
c. Periode kehidupan Ali yang
paling menonjol
Ali merupakan seorang pemuda yang pandai, maka pada masa Nabi SAW beliau
mendapat julukan Baabul ‘Ilmi (pintunya Ilmu), selain itu
Ali memiliki gelar Karrmallhu Wajhah, dikarenakan sifat beliau yang selalu
menjaga harga diri dan marwah (kehormatan) nya. Seumur hidup beliau belum
pernah melihat kemaluannya sendiri.
Suatu hari Ali diuji oleh beberapa orang sahabat, yang meragukan
keilmuannya. Mereka menanyakan satu persoalan yang sama, namun Ali mampu menjawabnya
dengan berbagai macam jawaban. Pertanyaan itu adalah tentang perbedaan antara
Ilmu dan Harta. Salah satu kutipan jawaban beliau adalah, “bahwa
perbedaan Ilmu dan harta adalah, harta perlu di jaga tapi ilmu justru yang
menjaga kita. Ilmu membuat pemiliknya tenang, tapi harta membuat pemiliknya
gusar. Ilmu ketika diberikan pada orang lain akan mengalir dan bertambah,
sedangkan harta ketika diberikan pada orang lain akan berkurang, dll”.
d. Pengangkatan Ali Menjadi
Khalifah
Ali adalah calon terkuat
untuk menjadi Khalifah setelah kekhalifahan Utsman bin Affan. Pada saat itu Ali
banyak mendapatkan dukungan dari para sahabat senior dan bahkan para
pemberontak pada masa Khalifah Utsman, seperti Abdullah bin Saba’
(Mahmudunnasir, 1981: 145).
Sedangkan Sa’ad bin Abi
Waqash dan Abdullah bin Umar tidak mendukungnya, walaupun dikemudian hari Sa’ad
ikut mendukung Ali.
Orang yang pertama kali
membai’at Ali adalah Thalhah bin Ubaidillah, kemudian diikuti oleh Zubair bin
Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqash. Kemudian diikuti oleh
banyak sahabat dari Muhajirin dan Anshor (Sahan: 1993: 600-750). Asal mulanya
Ali menolak mencalonkan diri, namun karena untuk kepentingan Islam maka iapun
mau, hal itu terjadi pada tanggal 23 Juni 656 M (Mufrodi, 1997: 64).
e. Usaha-usaha yang dilakukan
selama memerintah
Adapun usaha-usaha beliau
selama memerintah antara lain :
1) Menarik
kembali semua tanah yang dibagikan oleh Khalifah Utsman kepada kaum kerabatnya,
lalu mengembalikannya ke Negara.
2) Mengganti
semua gubernur yang tidak disenangi rakyat, diantaranya; Ibnu Amir penguasa
Bashrah, diganti oleh Utsman bin Hanif. Abdullah gubernur Mesir, diganti oleh
Qays. Mu’awiyah bian Abi Sufyan, sebagai guebrnur Suriah diminta meletakkan
jabatan tetapi ia menolak, bahkan ia tidak mengakui kekhalifahan Ali
(Mahmudunnasir, 1981: 145)
3) Penumpasan
para pemberontak seperti apa yang dilakukan oleh Thalhah dan Zubair tahun 36 H.
4) Memindahkan
pusat pemerintahan ke kufah untuk menghindari hasutan dari Mu’awiyah. Dan
setelah itu Madinah tidak pernah lagi dijadikan pusat Ibu Kota
5) Melakukan usaha penumpasan pemberontakan oleh Mu’awiyah yang
akhirnya terjadi perang Siffin pada tahun 37 H. Namun dalam peperangan ini Ali
mengalami kekalahan karena kecerdikan Mu’awiyah dalam menyusun strategi, yang
dimotori oleh Amr bin Ash dengan mengacungkan tombak yang menusuk Al-Qu’an
sebagai symbol perdamaian. Berawal dari peristiwa ini akhirnya menucul
peristiwa Tahkim.
D. Kesimpulan
Dengan mengamati pola
keberagaman pembangunan dasar-dasar pemerintahan Islam dari masa Rasulullah Saw
sampai dengan masa Khulafaurrasyidin, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.
Nabi Saw merupakan seorang
yang dilahirkan dari keturunan para pemimpin,, maka pantaslah jika beliau
menjadi pemimpin yang handal dalam mengatur dan mengarahkan umatnya.
2.
Bahwa Nabi Saw telah
meletakkan pola dasar pembangunan peradaban manusia diawali dengan pembangunan
masjid Kuba.
3.
Nabi Saw telah membuat
sistem perundang-undangan dalam menata kemasyarakatan di Madinah dalam upaya
menegakkan sendi-sendi kenegaraan, yakni dengan membuat kesepakatan tidak
saling mengganggu dan Nabi Saw melindungi penduduk Mekah dan menjamin
hak-haknya meskipun mereka beragama Yahudi dan Nasrani.
4.
Nabi Saw mempersaudarakan
antara Muhajirin dan Anshar mempunyai peran strategis dalam upaya membangun
Negara yang kokoh dan kuat. Dan hal ini merupakan satu
contoh langkah politik yang berlandaskan agama.
5.
Berakhirnya pemerintahan
Nabi Saw, Khulafaurrasyidin menggantikan peran beliau. Abu Bakar adalah
Khalifah pertama yang meneruskan kepemimpinan Nabi Saw dengan sistem yang
diwarisi dari nabi Saw.
6.
Peran Abu Bakar sebagai
Khalifah sangat besar, beliau berupaya mengumpulkan Al Qur’an agar tidak punah,
membangun baitul Mal, menumpas nabi-nabi palsu dan pembangkang zakat dan
lain-lain.
7.
Khalifah kedua adalah Umar
bin Khattab, yang merupakan seorang yang gagah berani dan cerdas juga
diplomatis. Maka
pantaslah beliau menjadi pemimpin yang adil dan gemilang.
8.
Umar menjadi khalifah ke dua atas dasar penunjukkan Abu Bakar yang
diwarnai dengan musyawarah antar para sahabat. Maka
ini merupakan satu bentuk demokrasi yang dicontohkan dalam pemerintahan Islam.
9.
Pola kepemimpinan Umar yang
adil dan tidak memihak menjadi contoh nyata bahwa sebagai pemimpin selayaknya
kita berlaku demikian, adil tidak memandang pangkat dan golongan, status dan
usia, agama dan ras budayanya.
10.
Umar bin Khattab membangun
kantor-kantor perwakilan pemerintahan dan menunjuk gubernur-gubernur serta
mendirikan jawatan pos dan perpajakan, merupakan gambaran umum bahwa dalam
pemerintahannya sudah semakin lengkap dan teratur.
11.
Usaha perluasan
pemerintahan Islam terjadi kemajuan yang signifikan, sehingga daerah-daerah di
Afrika dan sebagaian eropa mampu dikuasai terutama Romawi.
12.
Utsman bin Affan sebagai
Khalifah ke tiga membawa perubahan cukup banyak dalam pemerintahan Islam dan
peradaban Islam. Pada masa pemerintahannya armada angakatan laut dibangun
sebagai bentuk gambaran akan kuat dan lengkapnya militer dan pemerintahan pada
masanya sehingga disegani musuh.
13.
Utsman berperan sangat besar
dalam upaya menyatukan umat Islam, dengan mengambil kebijakan penulisan kembali
Al Qur’an dengan menghilangkan perbedaan-perbedaan cara baca yang menuju arah
perpecahan umat. Maka dikenallah Mushaf Utsmani yang ditulis dalam tujuh bagian
mushaf dan disebarkan ke beberapa wilayah kekuasaan Islam sebagai patokan dalam
pembacaan Al Qur’an.
14.
Khalifah Ali bin Abi Thalib
menggantikan kekhalifahan Umar dengan sebuah proses yang panjang, dalam
pemerintahannya banyak ditemukan ganjalan-ganjalan sehingga roda pemerintahannya
tidak berjalan lancar. Akan tetapi beliau tetap mengemban amanah kekahalifahan dengan
baik.
15.
Pada masa pemerintahan Ali upaya-upaya penumpasan pemberontakan
atas pemerintahan gencar dilakukan. Hal itu dilakukan agar pemerintahan tetap
berjalan baik dan dinamis. Pada masanya terjadi perang
Jamal, Perang Siffin dan peristiwa Tahkim. Yang dalam sejarahperistiwa tahkim
tersebut menjadi satu pemicu terjadinya perpecahan diantara umat Islam. Hal itu
dapat dilihat dengan munculnya golongan Khawarij, Syi’ah, Qodariyah, Jabariyah
dan lain sebagainya.
16.
Ali bin Abi Thalib
mengambil kebijakan yang baik untuk pemerintahannya, yakni mengambil kembali
hak rakyat yang dikuasai oleh beberapa orang yang pernah memerintah sebelumnya.
Gambaran itu tercermin dengan pengambilan tanah-tanah yang dikuasai oleh
beberapa kerabat Utsman untuk kemudian dikembalikan pada Negara.
17.
Sebagai Khalifah Ali
merupakan pribadi yang cerdas dan tegas, beliau mengganti beberapa gubernur
yang dianggap tidak layak menjadi pemimpin karena sikap arogansi atau otoriter
dan merugikan Negara. Dan salah satu yang menonjol adalah penggantian
Mu’awiyyah sebagai gubernur Damaskus yang akhirnya terjadilah peperangan
berkepanjangan.
18.
Usainya pemerintahan Ali
merupakan tanda berakhirnya kekhalifahan khulafaurrasyidin. Dan kemudian sistem
pemerintahan setelah itu memiliki corak yang beragam pula sesuai dengan kondisi
yang dihadapi wkatu itu.