Donderdag 21 Maart 2013

Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Rasulullah saw. - Khulafaur Rasyidin


Sejarah Peradaban Islam dari Masa Nabi Saw Sampai dengan Khulafaurrasyidin; ”Upaya Menela’ah Dasar-dasar Peletakan Pondasi Peradaban Islam”

A.  PEMBUKAAN
Islam bukanlah agama iklim, agama ibadah yang konservatif, tetapi merupakan agama kehidupan dengan segala dimensinya. Umat Islam adalah umat yang Allah kehendaki untuk menjadi pengemban risalah agama dan peradaban di dunia (Zaqzuq, 2003: 93).
Sedangkan peradadaban Islam merupakan suatu sistem yang dibangun berdasarkan sendi-sendi agama Islam. Peletak dasar pembangunan peradaban Islam adalah Rasulullah Saw. Tata nilai dan akhlak yang dibangun oleh Rasulullah Saw selanjutnya menuju pada pembangunan mental spiritual yang matang. Sehingga para sahabat yang langsung mendapat pengajaran dari Rasulullah Saw mempunyai pondasi keimanan, akhlak dan etika yang kuat.
Selanjutnya muncullah beberapa pendapat para tokoh sejarah tentang periodesasi pemerintahan Islam. Hal itu sebagai bentuk apresisasi pendidikan Rasulullah dalam membangun masyarakat yang madani.
A. Hasyim mengatakan ; “Periodesasi sejarah kekuasaan Islam dibagi menjadi delapan periode, yakni mulai dari periode permulaan Islam (610-661M) sampai dengan Kebangkitan Islam (1801 – sekarang)”.Sedangkan Harun Nasution (1975: 13-14) dan Nourouzaman (1986:12) membaginya ke dalam tiga periode, yakni Periode Klasik (650-1250M), Periode Pertengahan (1250-1800M) dan Periode Modern (1800-sekarang).
Selain itu ada beberapa pakar sejarah yang membagi periodesasi sejarah kekuasaan Islam menurut pandangan mereka masing-masing. Seperti : Badri Yatim, yang membagi dalam delapan periode. Jaih Mubarak, yang menamakan setiap periode adalah peradaban dan membaginya ke dalam enam periode (Supriyadi, 2008: 22-23). Dan Ahmad Usairy membagi ke dalam 12 periode. Kemajemukan pandangan para pakar sejarah tersebut merupakan khasanah keilmuan yang patut kita syukuri. Hal itu akan menambah deretan wacana yang semakin luas dan semakin beragam (Supriyadi, 2008: 21-24).
Maka ketika kita berbicara tentang periode kekuasaan Islam (melingkupi perkembangan Islam pada masa Nabi sampai Khulafaurrasyidin), kita akan dapatkan bahwa hal itu berlangsung antara tahun 570-661 M. Sebagaimana Al-Usairy berpendapat bahwa periode peradaban Islam pada masa Nabi berlangsung antara tahun 570-632 M., sedangkan pada masa Khulafaurrasyidin berlangsung antara 632-661 M.
Banyak hal yang akan tercatat dalam kedua periode ini, baik periode Islam pada masa Nabi dan Islam pada masa Khulafaurrasyidin. Masing-masing memiliki ciri khusus yang tentunya semua itu dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan masing-masing.
Namun yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa kepemimpinan para khulafaurrasyidin hampir semua mewarisi apa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Oleh sebab itu perkembangan Islam saat itu masih lekat dengan pemerintahan yang bercorak Islam dengan ciri yang sangat lekat. Dan bisa dikatakan bahwa sendi-sendi Islam dibangun oleh Rasulullah SAW, kemudian sendi-sendi itu diterapkan oleh para sahabat empat setelahnya dalam mengatur pemerintahannya.
B.  Perkembangan Islam Pada Masa Nabi Muhammad Saw
1.    Sejarah nasab keluarga Nabi Saw
Nabi Muhammad Saw lahir pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal th 571 M. Beliau merupakan orang besar yang dilahirkan ke muka bumi untuk menjadi pemimpin seluruh dunia menuju kebahagiaan hakiki.
Nabi Saw lahir dari keluarga Quraisy keturunan Isma’iliyyah, salah satu keturunan Nabi Isma’il As, putera Ibrahim As. Suku Quraisy adalah suku terbesar di jazirah Arab dan sepanjang sejarahnya selalu memunculkan pemimpin-pemimpin handal penguasa Arab. Salah seorang suku Quraisy yang berhasil menyatukan bangsa Quraisy adalah Qusay, yakni pada abad kelima Masehi (5 M) di Hijaz (Mekah).
Abdud Dar merupakan putera dari Qusay yang menjadikan Mekah sebagai pusat pemerintahan kala itu. Setelah Abdud Dar meninggal, kekuasaan dibagi menjadi dua : Pertama; untuk puteranya yang mengurusi bidang militer dan Kedua; untuk putera saudaranya, Abdul Manaf  yang bernama Abdus Syam, khusus menangani bidang administrasi dan keuangan.
Kekuasaan yang ada pada Abdus Syam ia serahkan kepada saudaranya yang bernama Hasyim, seorang ahli peperangan. Sedangkan putera Abdus Syam yang bernama Umayyah tersingkir oleh supremasi Hasyim. Ia berusaha merebut kekuasaan itu dari Hasyim, tetapi akhirnya ia diasingkan karena membangkang.
Hasyim, memiliki putera yang bernama Abdul Muthalib. Karena kedermawanannya ia dipercaya memimpin suku Quraisy sebagai pengganti ayahnya. Namun Harb putera Umayyah tidak mengakui kepemimpinan Abdul Muthalib yang menjadikannya terusir dari kota Mekah seperti ayahnya dahulu. Dari hal itu banyak sejarahwan akhirnya mencatat bahwa perseteruan antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah berpangkal dari nenek moyangnya dahulu.
Selanjutnya Abdul Muthalib mempunyai putera Abbas, Abu Thalib dan Abdullah (ayah Nabi Saw). Dari Abbas akhirnya nanti melahirkan pemimpin-pemimpin yang mendirikan Dinasti Bani Abbasiyah pada tahun 750 M. Sementara Abu Thalib menjadi tokoh yang sangat disegani dikalangan suku Quraisy di Jazirah Arab, sebagai puteranya yakni Ali karramallahu wajhah. Sedangkan Abdullah dengan Isterinya Aminah binti Wahhabmelahirkan Muhammad Saw.
2.    Peradaban Pada Masa Rasulullah Saw
Peradaban pada masa Nabi Saw dilandasi dengan asas-asas yang diciptakan sendiri oleh beliau di bawah bimbingan wahyu (Al-Husairy, 2006: 175).
Kemudian Nabi Saw mengupayakan dasar-dasar membangunan peradaban bangsa Arab sebagai berikut.
Pertama:  Mendirikan masjid, yakni masjid Quba (sebagai masjid pertama yang dibangun dalam sejarah Agama Islam), yang berlokasi dipinggiran kota Madinah. Fungsi pembangunan masjid ini antaralain; Shalat (kewajiban asasi seorang muslim), belajar agama, pengadilan atas perkara-perkara yang terjadi saat itu, pertemuan-pertemuan penting (musyawarah), dakwah, penyusunan administrasi pemerintahan, dan lain sebagainya. Jadi pembangunan masjid itu memiliki multi fungsi, untuk mengembangkan kehidupan spiritual yang kuat dan disisi lain untuk membentuk integrasi sosial.
Kedua:     Mempersatukan antara Anshor dan Muhajirin. Manfaat persaudaraan kedua golongan itu nantinya adalah ; kaum Anshor dengan senang hati membantu kaum Muhajirin jika membutuhkan baik materiil bahkan isteri-isteri, kaum Anshor bahkan meluangkan waktu hanya sekedar menunjukkan pasar-pasar yang bisa digunakan untuk transaksi perdagangan. Lebih dari itu, bahwa upaya mempersaudarakan antara kedua golongan ini sebenarnya Nabi Saw telah menciptakan suatu persatuan yang berlandaskan agama sebagai pengganti persaudaraan yang berdasar kesukuan seperti yang banyak dianut sebelum kedatangan Nabi Saw.
Ketiga :    Kerjasama antar komponen penduduk madinah (muslim dan non muslim). Dimana dimana saat itu non muslim yang tinggal di Madinah terdiri dari Nasrani dan Yahudi (Banu Nadzir dan Banu Quraidzah).
Untuk menjaga keutuhan perdamaian antar komponen Nabi Saw memprakarsai pembentukan Piagam Madinah. Adapun pokok-pokok ketentuan Piagam Madinah antara lain :
1.                    Seluruh masyarakat yang menandatangi harus bersatu padu di bawah paying perdamaian.
2.                    Jika salah satu kelompok yang turut menandatangi piagam tersebut diserang, maka kelompok yang lain harus   membelanya
3.                    Tidak boleh pada suatu kelompokpun yang menggalang kerjasama dengan kafi Quraisy atau membantu mereka melakukan perlawanan terhadap msyarakat Madinah.
4.                    Orang Islam, Nasrani dan Yahudi serta seluruh masyarakat Madinah yang lain bebas memeluk agama dan keyakinan masing-masing dan mereka dijamin kebebasannya dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya masing-masing.
5.                    Urusan pribadi atau perseorangan, atau perkara-perkara kecil kelompok non muslim tidak harus melibatkan pihak-pihak lain secara keeluruhan.
6.                      Setiap bentuk penindasan dilarang
7.                    Mulai hari ini segala bentuk pertumpahan darah, pembunuhan dan penganiayaan diharamkan diseluruh negeri Madinah.
8.                    Muhammad Saw menjadi kepala perintahan Madinah dan memgang kekuasaan peradilan yang tinggi (Mufrodi, 1997: 46-46).
Keempat: Meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi dan social untuk masyarakat baru, antara lain:
a)     Beliau berusaha menetapkan dan menegakkan hukum-hukum privat seperti hukum keluarga, baru kemudian masalah-masalah publik seperti interaksi sosial.
b)   Dalam masalah sosia-politik, Nabi Saw membangun dasar-dasar sistem musyawarah.
c)    Dalam sistem ekonomi, munculnya sistem baru dalam perdagangan yakni sistem dagang non ribawi yang melarang adanya eksploitasi, monopoli dan rentenir.
d)   Dalam bidang kemasyarakatan dibuatlah dasar-dasar sistem social seperti al ukhuwah (persaudaraan), al musawah (persamaan), at tasamuh (toleransi), al musyawarah (perundingan), dan al mu’awanah (kerjasama) (Syalabi, 1997: 116-120).
3.    Dinamikan setelah pembentukan konstitusi
Usaha-usaha awal yang telah dilakukan Nabi Saw di Madinah ternyata melahirkan dinamikan masyarakat yang luar biasa, baik yang bersifat positifa maupun negatif. Yang positif adalah suatu keadaan dimana masyarakat mencapai taraf hidup yang harmonis dan beradab, sehingga memungkinkan misi Nabi Saw berjalan lancar. Sedangkan yang negatif adalah pelanggaran-pelanggaran atas perjanjian yang pernah dibuat bersama, khususnya hal itu dilakukan oleh oknum-oknum golongan Yahudi sehingga melahirkan peperangan demi peperangan antara kaum Muslimin dengan kaum Musyrikin dan kafirin, antara lain:
1.                    a.        Perang Badar (+­ 1H); terjadi antara kaum Muslim Madinah dengan kaum kafir Quraisy di Mekah, atas dasar kecemburuan kaum musyrikin Mekah atas kesuksesan dakwah Nabi di Madinah, dan keinginan mereka untuk balas dendam terhadap penduduk Madinah yang telah menerima Nabi Saw secara terbuka.
2.                    b.        Perang Uhud (+ 3H); antara kaum Muslimin dengan kafir Mekah. Latar belakangnya adalah keinginan balas dendam atas kekalahan mereka di perang badar. Dalam perang ini kaum kafir dipimpin oleh Abu Sufyan dengan pasukan tempurnya yang berjumlah 3000 tentara, 700 pasukan tameng dan 200 pasukan kuda. Kaum kafir memenangkan perang ini, dengan 70 tentara muslim gugur, sedangkan kaum kafir hanya 23 yang mati.
3.                    c.         Perang Khandaq (tahun 627 M); dilatarbelakangi oleh ketakutan kaum kafir Mekah akan semakin kuatnya Muslimin di Madinah, sementara suku-suku Badui di Madinah merasa terancam sumber ekonominya karena Nabi Saw telah menghancurkan para penjarah serta perampokan di jalan-jalan, dank arena Yahudi dari Banu Nadzir setelah Perang Uhud diusir dari Madinah lantaran pengkhianatan mereka atas perjanjian yang pernah dibuat serta sikap mereka yang membelot dari pasukan Madinah. Mereka selalu bekerjasama dengan kafir Quraisy Mekah untuk memata-matai kaum muslimin di Madinah.
4.                    d.        Perang Khaibar; biasa disebut dengan peristiwa penaklukan tanah khaibar. Perang ini dilatarbelakangi oleh karena kaum Yahudi yang terusir dari Madinah sering mengganggu kaum Muslimin di Khaibar dengan berbagai macam cara. Mereka sering merampas hewan ternak yang digembalakan diperbatasan Madinah.
5.                    e.         Perang Mu’tah;  terjadi antara pasukan Muslimin dengan pasukan Kristen yang dipimpin olehaSurahbil di Mu’tah (perbatasan kekuasaan Romawi saat itu). Dalam perang ini Zaid, Ja’far dan Abdullah gugur. Akhirnya Nabi memerintahkan Khalid bin Walid untuk menyerang Surahbil, dan berhasilmemenangkan pertempuran tersebut.
6.                    f.              Penaklukkan Mekah (1 Januari 630 M); semula Nabi Saw menawarkan perdamaian kepada kafir Quraisy Mekah namun merekea menolaknya. Maka Nabi Saw mengirimkan 10.000 pasukan yang beliau pimpin sendiri dan akhirnya mampu menguasai kota Mekah tanpa pertumpahan darah, sebab meskipun pasukan Muslimin sangat besar Nabi Saw tetap menawarkan perdamaian.
7.                    g.        Perang Hunain; dilatarbelakangi oleh suku Hawazin yang melepaskan diri dari kota Mekah dan mendirikan pemerintahan sendiri. Namun pemerintahan mereka mengancam kedamaian kaum Muslimin.
8.                    h.        Perang Tabuk; terjadi antara kaum Muslimin Madinah dengan Raja Romawi “Heraclius”.Latarbelakangnya adalah karena raja Heraclius merasa terancam atas kesuksesan dakwah Nabi Saw di Madinah. Namun Heraclius mengurungkan penyerangan karena merasa takut, sebab jumlah pasukan yang sudah disiapkan Nabi Saw sangatlah besar yakni 40.000 pasukan. Setelah itu akhirnya banyak kelompok-kelompok dari berbagai wilayah yang menawarkan perdamaian dan masuk Islam pada Nabi Saw.
 4.    Berakhirnya kepemimpinan Nabi Saw
Nabi Saw wafat di usia 63 tahun, tepatnya pada tanggal 18 Juni 632 M. Penutupan kepemimpinan Nabi yakni dengan berangkatnya Nabi Saw untuk melakukan haji Wada’ pada tahun kesepuluh hijriyyah.
 C.  Perkembangan Islam Pada Masa Khulafaurrasyidin
1.    Abu Bakar As Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
a.        Biografi
       Beliau termasuk dalam golongan as saabiqun al-awwalun (golongan pertama yang masuk Islam). Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamimi. Pada masa kecilnya beliau bernama Abdul Ka’bah.Nama ini diberikan kepadanya sebagai realisasi zadzar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama itu ditukar oleh Nabi Saw menjadi Abdullah. Sedangkan gelar as-shiddiq diberikan oleh Nabi Saw karena keteguhan imannya dan pembenarannya pada peristiwa isra’ dan mi’raj Nabi Saw. Ayahnya bernama Utsman bin Amr bin Sa’ad bin Taim bin Murra bin Ka’ab bin Lu’ayy bin Talib bin Fihr bin Nadr bin Malik. Ibunya bernama Ummu Khair Salma binti Sakr yang berasal dari keturunan Quraisy. Garis keturunan ayah dan ibunya bertemu pada kakeknya yang bernama Ka’b bin Sa’ad bin Taim bin Murra (Djaelani, 2005: 91).
Sejak kecil beliau dikenal sebagai anak yang baik, sabar, jujur dan lemah lembut. Beliau menjadi sahabat Nabi Saw sejak keduanya masih remaja.
b.        Masa Pemerintahan
1)   Kebijaksanaan pengurusan terhadap agama
Pada awal pemerintahannya, beliau diuji dengan adanya ancaman yang datang dari umat Islam sendiri yang menentang kepemimpinannya. Diantaranya perbuatan makar tersebut ialah timbulnya orang-orang yang murtad, orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, orang-orang yang mengaku menjadi nabi, dan pemberontakan dari beberapa kabilah (Amin dalam Supriyadi, 2008: 70)
2)   Kebijakan kenegaraan
Diantara kebijakan beliau pada bidang kenegaraan antara lain:
a)   Bidang eksekutif
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Misalnya untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris negara dan Abu Ubaidah bendaharawan. Untuk daerah-daerah kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi, dan untuk setiap provinsi ditunjuk seorang amir.
b)   Pertahanan dan keamanan
Dengan mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabiilitas di dalam maupun di luar negeri. Diantara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid, Musanna bin Haritsah, Amr bin Ash, Zaid bin Abi Sufyan, dan lain-lain.
c)    Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khattab dan selama masa pemerintahan Abu Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti perpecahan. Hal ini karena kemampuan dan sifat Umar sendiri, dan masyarakat pada waktu itu dikenal ‘alim.
d)   Sosial ekonomi
Sebuah lembaga mirip Bait Al Mal, didalamnya dikelola harta benda yang didapat dari zakat, infaq, sedekah, ghanimah, dan lain-lain. Penggunaan harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai negara dan kesejahteraan umat sesuai dengan aturan yang ada.
c.         Peradaban pada Masa Abu Bakar
       Bentuk peradaban paling besar dan luar biasa dan merupakan satu kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-Qur’an. Abu Bakar As Shiddiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hapalan kaum muslimin. Hal ini dilakukan sebagi usaha untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an setelah syahidnya beberapa penghapal Al-Qur’an pada perang Yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kali penghimpunan Al-Qur’an ini. Sejak itulah Al-Qur’an dikumpulkan dalam satu mushaf. Inilah untuk pertama kalinya Al-Qur’an dihimpun (Al-Usairy dalam Supriyadi, 2008: 73).
Selain itu peradaban Islam yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu Bakar terbagi dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut.
1)     Dalam bidang pranata sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini ia mengelola zakat, infaq dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin, ghanimah harta rampasan perang dan jizyah dari warga negara non muslim, sebagai sumber pendapatanBaitul Mal. Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan negara ini dibagikan untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai negara, dan kepada rakyat yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an.
2)     Praktik pemerintahan Abu Bakar terpenting lainnya adalah mengenai suksesi kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk Umar bin Khattab untuk menggantikannya. Ada beberapa faktor yang mendorong Abu Bakar untuk menunjuk atau mencalonkan Umar menjadi Khalifah. Faktor utamanya adalah kekhawatirannya akan terulang kembali peristiwa yang dangat menegangkan di Tsaqifah Saidah yang nyaris menyulut  umat Islam ke jurang perpecahan, bila tidak menunjuk orang yang menggantikannya. Pada saat itu kaum Anshar dan Muhajirin saling mengklaim sebagai golongan yang berhak menjadi Khalifah. Jadi, dengan jalan penunjukan itu, ia ingin ada kepastian yang menggantikannya sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak menimpa umat Islam. Artinya dari segi politik dan stabilitas keamanan, Abu Bakar menghendaki adanya stabilitas politik dan keamanan terjadi pergantian pimpinan. Dan penunjukan yang dilakukan Abu Bakar tetap dengan jalan musyawarah, yang saat itu dihadiri oleh Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan, dan Asid bin Hadhir tokoh Anshar.
 d.        Wafatnya Abu Bakar
       Tatkala Abu Bakar merasa kematiannya telah dekat dan sakitnya semakin parah dia ingin melimpahkan kekhalifahan yang tidak meniimbulkan konflik internal bagi kaum muslimin. Maka dipilihlah Umar bin Khattab sebagai penggantinya kelak. Setelah pembai’atan Umar beberapa hari kemudian Abu Bakar wafat, yaitu pada hari Senin, 23 Agustus 624 M.
 2.    Umar bin Khattab (13-24 H/634-644 M)
a.     Biografi
Nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin ‘adi bin Ka’ab bin Lu’ay. Dilahirkan di kota Mekah, empat tahun sebelum Perang Fijar sebagaimana yang ditulis oleh Muhammad Al-Khudari Bek, tiga belas tahun lebih muda dari Nabi Muhammad Saw. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail al-Mahzumi al-Quraisi dari suku Adi dan Ibunya bernama Hantamah binti Hasyim. Suku Adi merupakan salah satu suku terpandang di kalangan Arab dan termasuk rumpun Quraisy.
Umar memiliki kecerdasan dan kekuatan tubuh yang luar biasa. Pada tingkat kecerdasannya, ia mampu memprediksi dan memperkirakan hal-hal yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Maka iapun ditunjuk oleh Kabilahnya untuk mewakili setiap diplomasi antar kabilah di Arab. Diplomasinya diakui oleh bangsa Arab saat itu. Namun diapun diakui sebagai pribadi yang gagah berani dan perkasa, tidak sedikit orang-orang quraisy yang jatuh tersungkur dikalahkan oleh Umar dalam setiap laga pertandingan gulat dan adu otot antar kabilah.
Peran Umar dalam penyebaran agama Islam sangat besar, hal ini telah diperkirakan sebelumnya oleh Nabi Saw. Maka saat itu beliau berdo’a pada Allah Swt, “Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan salah seorang dari Amr bin Hasyim atau Umar bin Khattab“. Do’a Nabi ini diijabahi oleh Allah Swt, dan akhirnya Umar masuk Islam pada tahun 616 M. Masuknya Umar ini kemudian diikuti oleh putera sulungnya Abdullah dan Isterinya Zainab binti Ma’zun. Selain itu keislaman Umar membuka jalan bagi tokoh-tokoh Arab lainnya untuk masuk Islam.
b.     Ide Pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an
Umar adalah orang pertama dari kalangan sahabat yang mencetuskan ide tentang perlunya dilakukan pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Ketika itu ayat-ayat Al-Qur’an yaang telah ditulis oleh para sahabat tersebar diberbagai lempengan batu, pelepah kurma, tulang-tulang dan sebagainya. Tempatnyapun berserakan ditangan para sahabat, tidak terkumpul dalam satu tempat.
Pada masa Khalifah Abu Bakar terjadi banyak peperangan yang didalamnya gugur banyak sahabat penghafal Al-Qur’an.  Diantaranya dalam perang Yamamah saja 70 orang penghafal Al-Qur’an gugur. Oleh karena itu Umar khawatir para penghafal Al-Qur’an akan habis. Dengan alasan itu ia mengusulkan kepada Abu Bakar agar segera dikumpulkan semua tulisan ayat-ayat Al-Qur’an. Pada mulanya Abu Bakar keberatan menerima usul Umar itu, karena Nabi Saw tidak pernah melakukan hal serupa. Namun atas desakan Umar usul itupun disetujuinya. Abu Bakar lalu mempercayakan tugas pengumpulan itu kepada Zaid bin Tsabit, karena dia adalah penulis wahyu pada masa Rasulullah Saw.
c. Pengangkatan Umar sebagai Khalifah
Abu Bakar sebelum meninggal pada tahun 13 H/634 M., menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Kendatipun hal ini merupakan perbuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, tampaknya penunjukkan ini bagi Abu Bakar merupakan hal yang wajar untuk dilakukan guna menghindari perselisihan diantara umat Islam.
Adapun beberapa faktor yang melatarbelakangi penunjukkan Umar sebagai Khalifah adalah sebagai berikut:
Pertama, kekhawatiran peristiwa yang sangat menegangkan di Tsqifah bani Sa’idah yang nyaris menyeret umat Islam ke jurang perpecahan akan terulang kembali.
Kedua, kaum Anshar dan Muhajirin saling mengklaim sebagai golongan yang berhak menjadi khalifah.
Ketiga,  umat Islam saat itu baru saja selesai menumpas kaum murtad dan pembangkang (Pulungan dalam Supriyadi, 2005: 78). Sementara sebagian pasukan mujahidin sedang bertempur di luar kota Madinah melawan tentara Persia di satu pihak dan tentara Romawi di pihak lain.
Penunjukan Abu Bakar terhadap Umar yang dilakukan saat ia mendadak jatuh sakit pada masa jabatannya merupakan suatu yang baru, tetapi harus dicatat bahwa penunjukan itu dilakukan dalam bentuk rekomendasi atau saran yang diserahkan pada persetujuan umat. Abu Bakar dalam menunjuk Umar sebagai pengganti tetap mengadakan musyawarah atau konsultasi terbatas dengan beberapa orang sahabat senior, antara lain Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan, dan Asid bin Hadhir seorang tokoh Anshar (Supriyadi, 2005: 79).
1.                    d.     Masa pemerintahan dan usaha-usaha yang dilakukan
1.) Penaklukan wilayah-wilayah di luar Islam
Selama sepuluh tahun pemerintahan Umar sebagaian besar ditandai oleh penaklukan-penaklukan untuk melebarkan pengaruh Islam ke luar Arab. Sejarah mencatat, Umar telah berhasil membebaskan negeri-negeri jajahan Imperium Romawi dan Persia yang dimulai dari awal pemerintahannya, bahkan sejak pemerintahan sebelumnya (Khalifah Abu Bakar). Pada masanya terjadi ekspansi kekuasan Islam secara besar-besaran sehingga periode ini lebih dikenal dengan nama periode Futuhaat al-Islamiyyah (perluasan wilayah Islam).Berturut-turut Islam berhasil menduduki Suriah, Irak, Mesir, Palestina dan Persia (Djaelani, 2005: 107).
Faktor-faktor yang melatarbelakangi timbulnya konflik antara umat Islam dengan bangsa Romawi dan Persia yang pada akhirnya mendorong umat Islam mengadakan penaklukan negeri Romawi dan Persia, serta negeri-negeri jajahannya karena:
Pertama, bangsa Romawi dan persia tidak menaruh hormat terhadap maksud baik Islam.
Kedua, semenjak Islam masih lemah, Romawi dan Persia selalu berusaha menghancurkan Islam.
Ketiga, bangsa Romawi dan Persia sebagai negara yang subur dan terkenal kemakmurannya, tidak berkenan menjalin hubungan perdagangan dengan negeri-negeri Arab.
Keempat, bangsa Romawi dan Persia bersikap ceroboh menghasut suku-suku Badui untuk menentang pemerintahan Islam dan mendukung musuh-musuh Islam.
Kelima, letak geografis kekuasaan Romawi dan Persia sangat setrategis untuk kepentingan keamanan dan pertahanan Islam.
2.) Madinah sebagai Negara Adikuasa
    Semenjak penaklukan Romawi dan Persia, pemerintahan Islam menjadi adikuasa dunia yang memiliki wilayah kekuasaan luas, meliputi semenanjung Arabia, Siria, Irak, Persia dan Mesir. Umar bin Khattab yang dikenal sebagai negarawan, administrator terampil dan pandai, dan seorang pembaharu membuat berbagai kebijakan mengenai pengelolaan wilayah kekuasaan yang luas, ia menata struktur kekuasaan dan administrasi pemerintahan negara Madinah berdasarkan semangat demokrasi.
Untuk menunjang kelancaran administrasi dan operasional tugas-tugas ekskutif, Umar melengkapinya dengan beberapa jawatan, antara lain:
1.)    Dewan al-Kharraj (Jawatan Pajak)
2.)    Dewan al-Addats (Jawatan Kepolisian)
3.)    Nazar al-Nafiat (Jawatan Pekerjaan Umum)
4.)    Dewan al-Jund (Jawatan Militer)
5.)    Bai’at al-Mal (Lembaga Pembendaharaan Negara)(Supriyadi, 2005: 82).
e.  Peradaban Pada Masa Khalifah Umar
Peradaban yang paling signifikan pada masa Umar, selain pola administratif pemerintahan, peperangan dan sebagainya adalah pedoman dalam peradilan. Umar melakukan pembenahan dalam peradilan Islam. Dialah yang mula-mula meletakkan prinsip-prinsip peradilan dengan menyusun sebuah risalah yang kemudian dikirmkan kepada Abu Musa al-Asy’ari. Risalah itu disebut dengan Risalah al-Qada’ (Djaelani, 2005: 107).
Disamping itu pemikiran Khalifah Umar bin Khattab khususnya dalam perdilan yang masih berlaku sampai sekarang dikutip M. Fauzan, sebagai berikut:
Naskah asas-asas Hukum Acara
Dari Umar Amirul Mu’minin kepada Abdullah bin Qais, mudah-mudahan Allah Swt melimpahkan kesejahteraan dan rahmatNya kepada engkau.
1)        Kedudukan lembaga peradilan
Kedudukan lembaga peradilan di tengah-tengah masyarakat suatu negara hukumnya wajib (sangat urgent) dan sunnah yang harus diikuti/dipatuhi.
2)        Memahami kasus persoalan, baru memutuskannya
Pahami suatu persoalan kasus gugatan yang diajukan kepada Anda, dan ambillah keputusan setelah jelas persoalan mana yang benar dan mana yang salah. Karena sesungguhnya, suatu kebenaran yang tidak memperolah perhatian hakim akan menjadi sia-sia.
3)        Samakan pandangan Anda kepada kedua belah pihak dan berlaku adillah
Dudukkan kedua belah pihak di majelis secara sama, pandangan mereka dengan pandangan yang sama, agar orang yang terhormat tidak melecehkan Anda, dan orang yang lemah tidak merasa teraniaya.
4)        Kewajiban pembuktian
Penggugat wajib membuktikan gugatannya, dan tergugat wajib membuktikan bantahannya.
5)        Lembaga damai
Penyelesaian perkara secara damai dibenarkan, sepanjang tidak mengahalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
6)        Penundaan persidangan
Barangsiapa yang menyatakan ada suatu hal yang tidak ada ditempatnya atau sesuatu keterangan, berilah tempo kepadanya untuk dilaluinya. Kemudian, jika dia memberi keterangan, hendaklah Anda memberikan kepadanya haknya. Jika dia tidak mampu memberikan yang demikian, Anda dapat memutuskan perkara yang merugikan haknya, karena yang demikian itu lebih mantap bagi keudzurannya (tidak ada jalan baginya untuk mengatakan ini dan itu), dan lebih menampakkan apa yang tersembunyi.
7)        Kebenaran dan keadilan
Janganlah Anda dihalangi oleh suatu putusan yang telah Anda putuskan pada hari ini, kemudian Anda tinjau kembali putusan itu lalu Anda ditunjuk pada kebenaran untuk kembali pada kebenaran, karena kebenaran itu suatu hal yang qadim yang tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu. Kembali kepada yang hak, lebih baik daripada terus bergelimang dalam kebatilan.
8)        Kewajiban menggali hukum yang hidup dan melaksanakan penalaran logis
Pergunakan kekuatan logis pada suatu kasus perkara yang diajukan kepada Anda dengan menggali dan memahami hukum yang hidup, apabila hukum suatu perkara kurang jelas dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Kemudian bandingkanlah permasalahan tersebutsatu sama lain dan ketahuilah (kenalilah) hukum yang serupa, kemudian ambillah mana yang lebbih mirip dengan kebenaran.
9)        Orang Islam haruslah berlaku adil
Orang Islam dengan orang Islam lainnya haruslah adil, terkecuali orang yang sudah pernah menjadi saksi palsu atau pernah dijatuhi hukuman had atas orang yang diragukan tentang asal usulnya, karena sesungguhnya Allah Swt yang mengendalikan rahasia hamba dan menutupi hukuman atas mereka, terkecuali dengan adanya keterangan dan sumpah.
10)    Larangan bersidang ketika sedang emosional
Jauhilah diri Anda dari marah, pikiran kacau, perasaan tidak senang, dan berlaku kasar terhadap para pihak. Karena kebenaran itu hanya berada di dalam jiwa yang tenang dan niat yang bersih (Supriyadi, 2005: 83-84).
3.    Utsman bin Affan (24-36 H/644-656 M)
a.    Biografi
Nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abu ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushai. Nasabnya bertemu dengan Nabi pada kakeknya yang keenam.
Ayahnya adalah Affan bin Ash yang meninggal pada masa Jahiliyyah sebelum diutusnya Nabi. Dan Ibunya bernama Arwa binti Kuraib bin Rabi’ah. Dia telah masuk Islam dan hidup di Madinah. Rasulullah telah membaiatnya dan ia meninggal pada  masa kekhalifahan puteranya. Sedangkan neneknya bernama Ummu Hakim binti Abdul Muthalib, bibi Nabi Muhammad SAW.
Putera-puteri Utsman antara lain: Abdullah Al-Akbar, Abdullah Al-Ashghar, Amru, Khalid, Al-Walid, Sa’id, Abdul Malik, Maryam, Ummu Sa’id, Aisyah, Ummu Amru, dan Ummul Banin. Semua putera-puterinya tersebut merupakan hasil pernikahan beliau dengan dua puteri Nabi yakni Ruqayyah dan Ummi Kultsum. Maka saat itu beliu dijuluki Dzun-Nurain (Pemilik Dua Cahaya).
Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa kesemua anak Utsman tersebut berasal dari pernikahan beliau dengan beberapa wanita muslimah lain pasca isteri-isteri terdahulu meninggal, seperti beliau menikahi Sakhithah binti Ghazwan sepeninggal Ummi Kulstum.  Lalu Fathimah binti Walid, Ummul Banin binti Uyainah bin Hisham dan Nailah binti Al-Farafishah (seorang wanita Nasrani yang masuk Islam).
b.   Periode Kehidupan Utsman yang Paling Menonojol
Beliau dilahirkan enam tahun setelah tahun gajah (artinya lebih muda enam tahun dari Nabi SAW). Berhijrah tatkala berusia 47 tahun dan diangkat menjadi khalifah pada usia 70 tahun, yang saat itu menjabat sebagai khalifah selama 12 tahun. Beliau meninggal saat berusi 82 tahun, tepatnya pada tanggal 18 Dzulhijjah tahun 35 H.
Semasa hidup beliau di Zaman Nabi, Utsman bin Affan mengkuti beberapa peperangan diantaranya, Perang Uhud, Khaibar, Pembebasan kota Mekah, Perang Thaif, Hawazin, dan Perang Tabuk. Beliau tidak ikut perang Badar karena diperintah Rasulullah SAW untuk menunggui isterinya yang sedang sakit, sampai akhirnya meninggal.
Kesalehan sosialnya begitu tinggi, sehingga suatu ketika beliau pernah membeli sumur dari seorang Yahudi untuk kaum muslimin seharga 12.000 dirham dan menghibahkannya kepada Kaum muslimin pada saat hijrah ke Yatsrib (Madinah). Mewakafkan tanah seharga 15.000 dirham untuk perluasan Masjid Nabawi. Menyerahkan 940 ekor unta, 60 ekor kuda, 10.000 dinar untuk keperluan Jaisyul Usrah pada Perang Tabuk. Dan setiap hari Jum’at beliau membebaskan seorang budak laki-laki dan perempuan di masa pemerintahan Abu Bakar As-Syiddiq.
c.    Keadaan Umat Islam tatkala Utsman diangkat menjadi Khalifah
Antara lain:
1)   Menguasai Negara Persia secara sempurna
2)   Tentara Romawi berhasil diusir dari Syam dan Mesir
3)   Menghukum segala bentuk kezaliman dan membedakan bentuk masyarakat
4)   Kaum Muslim dan Non Muslim dapat hidup dengan tenang karena Islam menjamin kebebasan beragama mereka
5)   Hilangnya sifat mengutamakan kelompok (kabilah) dan golongan serta membangga-banggakan kabilah
6)   Kaum muslimin menjadi Umat yang gemar membantu, karena Utsman telah mencontohkannya demikian.
d.   Masa Pemerintahan
Beliau menjadi Khalifah menggantikan Umar bin Khattab, yakni 24-36 H./644-656 M.  Pada masa pemerintahannya perluasan Islam telah mencapai Asia dan Afrika, seperti daerah Heart, Kabul, Ghazni, dan Asia Tengah, juga Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, dan berhasil menumpas pemberontakan yang dilakukan orang Persia.
Roda pemerintahan Utsman tidak jauh berbeda dengan Umar. Dalam pidato pembai’atannya ia tegaskan akan meneruskan keiasaan yang dibuat pendahulunya. Pemegang kekuasaan tertinggi ada di tangan Khalifah dan pelaksanaan tugas eksekutif dipemerintahan pusat di bantu oleh pejabat sekretaris Negara yakni Marwan bin Hakam. Selain itu dalam pemerintahannya ia dibantu oleh pejabat pajak,pejabat kepolisian, pejabat keuangan atau Bitul Mal. Sedangkan untuk urusan di daerah Utsman mempercayakan seorang Gubernur sebagai pengatur di daerah.
Adapun kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Penasehat atau Majelis Syura, tempat Khalifah mengadakan musyawarah atau konsultasi dengan para sahabat terkemuka. Majelis ini memberikan saran, usul dan nasehat kepada Khalifah tentang berbagai masalah penting yang dihadapi Negara. Akan tetapi pengambilan keputusan ada di tangan Khalifah.
e.    Peradaban Pada Masa Utsman bin Affan
Karya monumental Khalifah Utsman selama menjabat sebagai pemimpin umat Islam waktu itu adalah pembukuan Mushaf Al-Qur’an, yang kemudian di kenal dengan nama Mushaf Utsmani. Pembukuan itu didasari oleh munculnya berbagai perbedaan dari car abaca Al-Qur’an sehinggan terjadi perpecahan dikalangan sahabat. Pembukuan itu diketuai oleh Zaid bin Tsabit, dengan kepanitiaan tersendiri.
Adapun pembangunan yang dilakukan pada masanya meliputi pembangunan daerah-daerah pemukiman, jembatan, jalan, masjid, wisma tamu, pembangunan kota-kota baru yang kemudian tumbuh pesat. Semua jalan menuju madinah dilengkapi dengan khfilah dan fasilitas bagi para pendatang. Masjid Nabawi diperluas, tempat persediaan air di bangun di Madinah, di kota-kota padang pasir dan di lading-ladang peternakan unta serta kuda (Jamil Ahmad: 1984; 147).
f.     Usaha Pengumpulan Al Qur-an
1)   Penumpulan Al Qur’an merupakan usaha yang sangat berpengaruh guna menghindari konflik diantara umat Islam. Sahabat Utsman mengirim seorang sahabat untuk menemui Ummu Hafsah binti Umar untuk meminta mushaf yang disimpannya. Beliau juga meminta empat orang sahabat untuk menyalin mushaf ini.
2)   Utsman menyalin mushaf yang sudah ditulis menjadi tujuh salinan dan mengirimkannya ke Syam, Kufah, Bashrah, Yaman dan Madinah. Dan beliau menyuruh untuk membakar salinan mushaf yang tidak sama dengan salinan tersebut, untuk menghindari perselisihan.
4.    Ali bin Abi Thalib (36-41 H/656-661 M)
a.    Biografi
Ali adalah putera Abi Thalib bin Abdul Muthalib. Ia adalah sepupu Nabi Muhammad SAW yang kemudian menjadi menantunya karena menikahi puteri Nabi SAW yakni Fatimatuz Zahra. Ali ikut dengan Nabi SAW sejak kelaparan melanda kota Mekah untuk menghindari ancaman kelaparan tersebut (Syed Mahmudunnasir: 1981).
Beliau masuk Islam saat masih berusia 13 tahun, hal ini menurut A.M. Saban. Sedangkan menurut Mahmudunnasir, Ali masuk Islam saat berusia 9 tahun. Beliau memiliki beberapa saudara antaralain Thalib, Uqail,  Ja’far dan Ummu Hani’.
Mahmudunnasir selanjutnya menulis bahwa Ali termasuk salah seorang yang sangat lihai dalam memainkan pedang dan pena, bahkan ia dikenal sebagai seorang orator. Ia juga seorang yang pandai dan bijaksana, sehingga menjadi penasihat pada jaman Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan (Mahmudunnasir,  1981: 144).
b.   Keadaan Umat Muslim Pada Masa Ali
Menurut Ali Mufrodi, setelah wafatnya Utsman bin Affan, banyak sahabat yang sedang mengunjungi wilayah-wilayah yang baru ditaklukkan yang diantaranya Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam.
Peristiwa terbunuhnya Utsman menyebabkan perpecahan dikalangan umat Islam menjadi empat, yaitu :
1)   Pengikut Utsman, yaitu yang menuntut balas dendam atas kematian Utsman dan mengajukan Mu’awiyah sebagai Khalifah.
2)   Pengikut Ali, yakni yang mengajukan Ali sebagi Khalifah.
3)   Kaum Moderat, tidak mengajukan calon, menyerahkan urusannya pada Allah.
4)   Golongan yang berpegang pada prinsip Jama’ah, diantara Sa’ad bin Abi Waqas, Abu Ayub Al-Anshari, Usamah bin Zaid, dan Muhammad bin Maslamah yang diikuti oleh 10.000 sahabat dan tabi’in yang memandang bahwa Utsman dan Ali sama-sama sebagai pemimpin (Abudin Nata, 1995: 14).
c.    Periode kehidupan Ali yang paling menonjol
Ali merupakan seorang pemuda yang pandai, maka pada masa Nabi SAW beliau mendapat julukan Baabul ‘Ilmi (pintunya Ilmu), selain itu Ali memiliki gelar Karrmallhu Wajhah, dikarenakan sifat beliau yang selalu menjaga harga diri dan marwah (kehormatan) nya. Seumur hidup beliau belum pernah melihat kemaluannya sendiri.
Suatu hari Ali diuji oleh beberapa orang sahabat, yang meragukan keilmuannya. Mereka menanyakan satu persoalan yang sama, namun Ali mampu menjawabnya dengan berbagai macam jawaban. Pertanyaan itu adalah tentang perbedaan antara Ilmu dan Harta. Salah satu kutipan jawaban beliau adalah, “bahwa perbedaan Ilmu dan harta adalah, harta perlu di jaga tapi ilmu justru yang menjaga kita. Ilmu membuat pemiliknya tenang, tapi harta membuat pemiliknya gusar. Ilmu ketika diberikan pada orang lain akan mengalir dan bertambah, sedangkan harta ketika diberikan pada orang lain akan berkurang, dll”.
d.   Pengangkatan Ali Menjadi Khalifah
Ali adalah calon terkuat untuk menjadi Khalifah setelah kekhalifahan Utsman bin Affan. Pada saat itu Ali banyak mendapatkan dukungan dari para sahabat senior dan bahkan para pemberontak pada masa Khalifah Utsman, seperti Abdullah bin Saba’ (Mahmudunnasir, 1981: 145).
Sedangkan Sa’ad bin Abi Waqash dan Abdullah bin Umar tidak mendukungnya, walaupun dikemudian hari Sa’ad ikut mendukung Ali.
Orang yang pertama kali membai’at Ali adalah Thalhah bin Ubaidillah, kemudian diikuti oleh Zubair bin Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqash. Kemudian diikuti oleh banyak sahabat dari Muhajirin dan Anshor (Sahan: 1993: 600-750). Asal mulanya Ali menolak mencalonkan diri, namun karena untuk kepentingan Islam maka iapun mau, hal itu terjadi pada tanggal 23 Juni 656 M (Mufrodi, 1997: 64).
e.    Usaha-usaha yang dilakukan selama memerintah
Adapun usaha-usaha beliau selama memerintah antara lain :
1)   Menarik kembali semua tanah yang dibagikan oleh Khalifah Utsman kepada kaum kerabatnya, lalu mengembalikannya ke Negara.
2)   Mengganti semua gubernur yang tidak disenangi rakyat, diantaranya; Ibnu Amir penguasa Bashrah, diganti oleh Utsman bin Hanif. Abdullah gubernur Mesir, diganti oleh Qays. Mu’awiyah bian Abi Sufyan, sebagai guebrnur Suriah diminta meletakkan jabatan tetapi ia menolak, bahkan ia tidak mengakui kekhalifahan Ali (Mahmudunnasir, 1981: 145)
3)   Penumpasan para pemberontak seperti apa yang dilakukan oleh Thalhah dan Zubair tahun 36 H.
4)   Memindahkan pusat pemerintahan ke kufah untuk menghindari hasutan dari Mu’awiyah. Dan setelah itu Madinah tidak pernah lagi dijadikan pusat Ibu Kota
5)   Melakukan usaha penumpasan pemberontakan oleh Mu’awiyah yang akhirnya terjadi perang Siffin pada tahun 37 H. Namun dalam peperangan ini Ali mengalami kekalahan karena kecerdikan Mu’awiyah dalam menyusun strategi, yang dimotori oleh Amr bin Ash dengan mengacungkan tombak yang menusuk Al-Qu’an sebagai symbol perdamaian. Berawal dari peristiwa ini akhirnya menucul peristiwa Tahkim.
D.    Kesimpulan
Dengan mengamati pola keberagaman pembangunan dasar-dasar pemerintahan Islam dari masa Rasulullah Saw sampai dengan masa Khulafaurrasyidin, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.                    Nabi Saw merupakan seorang yang dilahirkan dari keturunan para pemimpin,, maka pantaslah jika beliau menjadi pemimpin yang handal dalam mengatur dan mengarahkan umatnya.
2.                    Bahwa Nabi Saw telah meletakkan pola dasar pembangunan peradaban manusia diawali dengan pembangunan masjid Kuba.
3.                    Nabi Saw telah membuat sistem perundang-undangan dalam menata kemasyarakatan di Madinah dalam upaya menegakkan sendi-sendi kenegaraan, yakni dengan membuat kesepakatan tidak saling mengganggu dan Nabi Saw melindungi penduduk Mekah dan menjamin hak-haknya meskipun mereka beragama Yahudi dan Nasrani.
4.                    Nabi Saw mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar mempunyai peran strategis dalam upaya membangun Negara yang kokoh dan kuat. Dan hal ini merupakan satu contoh langkah politik yang berlandaskan agama.
5.                    Berakhirnya pemerintahan Nabi Saw, Khulafaurrasyidin menggantikan peran beliau. Abu Bakar adalah Khalifah pertama yang meneruskan kepemimpinan Nabi Saw dengan sistem yang diwarisi dari nabi Saw.
6.                    Peran Abu Bakar sebagai Khalifah sangat besar, beliau berupaya mengumpulkan Al Qur’an agar tidak punah, membangun baitul Mal, menumpas nabi-nabi palsu dan pembangkang zakat dan lain-lain.
7.                    Khalifah kedua adalah Umar bin Khattab, yang merupakan seorang yang gagah berani dan cerdas juga diplomatis. Maka pantaslah beliau menjadi pemimpin yang adil dan gemilang.
8.                    Umar menjadi khalifah ke dua atas dasar penunjukkan Abu Bakar yang diwarnai dengan musyawarah antar para sahabat. Maka ini merupakan satu bentuk demokrasi yang dicontohkan dalam pemerintahan Islam.
9.                    Pola kepemimpinan Umar yang adil dan tidak memihak menjadi contoh nyata bahwa sebagai pemimpin selayaknya kita berlaku demikian, adil tidak memandang pangkat dan golongan, status dan usia, agama dan ras budayanya.
10.                Umar bin Khattab membangun kantor-kantor perwakilan pemerintahan dan menunjuk gubernur-gubernur serta mendirikan jawatan pos dan perpajakan, merupakan gambaran umum bahwa dalam pemerintahannya sudah semakin lengkap dan teratur.
11.                Usaha perluasan pemerintahan Islam terjadi kemajuan yang signifikan, sehingga daerah-daerah di Afrika dan sebagaian eropa mampu dikuasai terutama Romawi.
12.                Utsman bin Affan sebagai Khalifah ke tiga membawa perubahan cukup banyak dalam pemerintahan Islam dan peradaban Islam. Pada masa pemerintahannya armada angakatan laut dibangun sebagai bentuk gambaran akan kuat dan lengkapnya militer dan pemerintahan pada masanya sehingga disegani musuh.
13.                Utsman berperan sangat besar dalam upaya menyatukan umat Islam, dengan mengambil kebijakan penulisan kembali Al Qur’an dengan menghilangkan perbedaan-perbedaan cara baca yang menuju arah perpecahan umat. Maka dikenallah Mushaf Utsmani yang ditulis dalam tujuh bagian mushaf dan disebarkan ke beberapa wilayah kekuasaan Islam sebagai patokan dalam pembacaan Al Qur’an.
14.                Khalifah Ali bin Abi Thalib menggantikan kekhalifahan Umar dengan sebuah proses yang panjang, dalam pemerintahannya banyak ditemukan ganjalan-ganjalan sehingga roda pemerintahannya tidak berjalan lancar. Akan tetapi beliau tetap mengemban amanah kekahalifahan dengan baik.
15.                Pada masa pemerintahan Ali upaya-upaya penumpasan pemberontakan atas pemerintahan gencar dilakukan. Hal itu dilakukan agar pemerintahan tetap berjalan baik dan dinamis. Pada masanya terjadi perang Jamal, Perang Siffin dan peristiwa Tahkim. Yang dalam sejarahperistiwa tahkim tersebut menjadi satu pemicu terjadinya perpecahan diantara umat Islam. Hal itu dapat dilihat dengan munculnya golongan Khawarij, Syi’ah, Qodariyah, Jabariyah dan lain sebagainya.
16.                Ali bin Abi Thalib mengambil kebijakan yang baik untuk pemerintahannya, yakni mengambil kembali hak rakyat yang dikuasai oleh beberapa orang yang pernah memerintah sebelumnya. Gambaran itu tercermin dengan pengambilan tanah-tanah yang dikuasai oleh beberapa kerabat Utsman untuk kemudian dikembalikan pada Negara.
17.                Sebagai Khalifah Ali merupakan pribadi yang cerdas dan tegas, beliau mengganti beberapa gubernur yang dianggap tidak layak menjadi pemimpin karena sikap arogansi atau otoriter dan merugikan Negara. Dan salah satu yang menonjol adalah penggantian Mu’awiyyah sebagai gubernur Damaskus yang akhirnya terjadilah peperangan berkepanjangan.
18.                Usainya pemerintahan Ali merupakan tanda berakhirnya kekhalifahan khulafaurrasyidin. Dan kemudian sistem pemerintahan setelah itu memiliki corak yang beragam pula sesuai dengan kondisi yang dihadapi wkatu itu.